Aksi Antikorupsi Kapolri

Pandangan negatif publik terhadap masalah korupsi di tubuh kepolisian ditanggapi positif oleh Kapolri baru Tito Karnavian. Kapolri secara terbuka mengakui bahwa masih terjadi perilaku-perilaku koruptif di internal kepolisian. Bahkan, Kapolri sudah merencanakan beberapa tindakan pembenahan.

Korupsi yang menggerogoti di tubuh kepolisian sudah berada pada tahap kronis, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat selama 12 tahun terakhir sebanyak 12 petinggi kepolisian sudah divonis pengadilan karena terlibat kasus korupsi. Dimulai dari Brigjen Samuel Ismoko (20 bulan penjara), Irjen Joko Susilo (18 tahun penjara), sampai ke Komjen Susno Duadji (3,5 tahun penjara). Data ini menunjukkan bahwa Kapolri harus segera turun tangan untuk membersihkan institusi kepolisian.

Malahan, riset yang dilakukan institusi internal Polri juga mengungkap persoalan korupsi di tubuh Polri. Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisan (PTIK) mencatat, setidaknya ada 4 (empat) jenis korupsi yang sering dilakukan oleh polisi. Pertama, korupsi kewenangan-menerima atau meminta makanan, minuman, pelayanan gratis atau diskon. Kedua, penyuapan. Ketiga, sogok. Keempat, penyuapan internal.

Menaikkan citra positif kepolisian harus menjadi fokus utama dari arah kepemimpinan Kapolri baru. Survei yang dirilis Indo Barometer pada akhir 2015 lalu mencatat, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian hanya mencapai 56,6 persen. Sisanya sebesar 34,5 persen mengaku tidak percaya dengan kepolisan. Sedangkan KPK menempati peringkat pertama dengan tingkat kepercayaan masyarakat mencapai 82 persen.

Survei ini perlu dijadikan bahan introspeksi bagi kepolisian, rasa tidak percaya dari masyarakat harus bisa dijawab dengan tindakan-tindakan perbaikan demi nama baik institusi kepolisian.

Tim Internal Anti Korupsi

Kapolri berjanji pada saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI, akan membentuk Tim Internal Anti Korupsi untuk menindak pejabat-pejabat Polri yang korup. Tentu ini niat yang baik untuk benar-benar membersihkan secara keseluruhan instansi Polri dari praktik-praktik KKN. Namun, perlu diingat bahwa menciptakan sebuah tim yang secara khusus menangani permasalahan korupsi bukanlah kali yang pertama.

Pada era sebelumnya Kapolri Sutarman (2013-2015) juga pernah ada wacana dibentuk tim serupa, yaitu Densus Anti Korupsi. Nyatanya gagasan tersebut tidak pernah diwujudkan. Rencana pembentukan Tim Internal Anti Korupsi harus bisa diperjelas, terutama tentang tugas pokok dan fungsinya, agar nantinya tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan di internal Polri.

Permasalahan yang timbul selanjutnya adalah tentang orang-orang yang akan mengisi posisi di Tim Internal Anti Korupsi tersebut. Tentu ini menjadi hal yang sangat penting, mengingat sektor yang akan disasar bukanlah sektor yang mudah untuk diberantas.

Setidaknya ada 3 (tiga) indikator yang bisa digunakan untuk menentukan calon-calon anggota Tim Internal Anti Korupsi. Pertama, dari segi rekam jejak. Sangat diperlukan figur-figur bersih yang tidak mempunyai catatan kelam masa lalu agar kerja-kerja pemberantasan korupsi di tubuh kepolisian tidak terbebani.

Kedua, integritas. Sifat integritas yang melekat pada anggota tim ini nantinya akan berguna ketika dihadapkan dengan kasus-kasus besar yang berpotensi terjadi praktik suap-menyuap. Ketiga, bebas kepentingan. Persoalan keberpihakan dapat berakibat tidak jalannya rencana-rencana strategis pemberantasan korupsi di tubuh Polri, figur yang tepat adalah yang bisa bersikap independen dalam melihat setiap persoalan di kepolisian.

Kapolri juga harus memastikan bahwa Tim Internal Anti Korupsi yang akan dibentuk tidak bisa diintervensi oleh siapapun. Penting, mengingat kasus-kasus yang menimpa Polri sering melibatkan petinggi-petinggi di Korps Bhayangkara tersebut.

Langkah Perbaikan

Proses pembenahan yang progresif diperlukan demi terciptanya institusi kepolisian yang layak untuk diandalkan masyarakat. Untuk perbaikan internal Polri setidaknya ada 2 (dua) langkah yang bisa ambil. Pertama, dari segi penindakan. Oknum-oknum polisi yang melakukan tindak pidana korupsi harus bisa diproses di ranah hukum, kecenderungan saat ini beberapa kasus yang terjadi hanya diselesaikan melalui mekanisme "adat" internal, yaitu hanya sanksi administrasi tanpa dibawa ke pengadilan.

Kedua, dari segi pencegahan. Kapolri dalam hal ini bisa memberikan 3 (tiga) arahan untuk bisa diikuti oleh seluruh jajaran kepolisian. Pertama, memastikan rekrutmen polisi menjadi lebih transparan dan bebas dari praktik KKN. Kedua, mewajibkan setiap pejabat-pejabat tinggi Polri untuk mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Ketiga, membangun sinergitas antar lembaga penegak hukum, ini menjadi penting agar tidak terjadi lagi kasus "Cicak vs Buaya".

Selain itu, Kapolri bisa meminta bantuan KPK, Ditjen Pajak, dan PPATK dalam seleksi pejabat tinggi kepolisian. Kebijakan seperti ini akan berdampak positif, selain kepolisian bisa mendapatkan figur-figur yang bersih sekaligus dapat menjaga keharmonisan dan kerjasama antar penegak hukum.

Masalah korupsi di tubuh kepolisian tidak hanya menimpa Indonesia, pada tahun 2004 negara Georgia juga mengalami hal yang sama. Komitmen anti korupsi pun ditunjukkan oleh Presiden Georgia, Saakashvili. Sebanyak 30 ribu polisi kala itu dipecat karena terlibat kasus-kasus korupsi. Saakashvili tentu sadar bahwa kepolisian menjadi salah satu instrumen utama dalam penegakan hukum yang harus bersih dari praktik-praktik korupsi.

Konsep Revolusi Mental yang selalu dibawa oleh Presiden Jokowi rasanya relevan untuk diterapkan juga di kepolisian, mengingat kepolisian adalah lembaga penegak hukum yang sangat dekat dengan masyarakat dan harus mencerminkan nilai-nilai integritas, salah satunya adalah anti korupsi.

Institusi Polri masih menjadi harapan seluruh rakyat Indonesia. Dengan terpilihnya Kapolri baru yang membawa misi pembenahan internal Polri bisa memberikan titik terang di dunia kepolisian. Jika perbaikan internal kepolisian ini berhasil, maka niscaya nama baik kepolisian akan kembali harum di mata masyarakat Indonesia.

 
Kurnia Ramadhana, Divisi Fundraising Indonesia Corruption Watch  
 
Versi cetak artikel ini terbit di media Detik edisi 30 Agustus 2016, dengan judul "Aksi Antikorupsi Kapolri".

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan