Akhir Sejarah BUMN Strategis?
PT Krakatau Steel akhirnya mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia pada 10 November 2010. Pelaksanaan initial public offering tersebut menyisakan banyak tanda tanya.
Kecurigaan terhadap adanya perdagangan yang melibatkan orang dalam (insider trading), misalnya, belum diinvestigasi maksimal. Masalah penetapan harga saham PT KS pada batas bawah penawaran Rp 850 juga belum diselidiki sungguh-sungguh. Terbukti, pada hari pertama terjadi kenaikan harga saham mendekati 50 persen, bahkan pada hari kedua masih naik lagi hingga Rp 1.340 pada harga penutupan.
Tidak hanya itu, initial public offering (IPO) PT KS juga menciptakan kekecewaan publik yang sangat besar karena BUMN yang sangat strategis dengan mudahnya diprivatisasi tanpa didahului dengan langkah terobosan untuk menyelamatkan. Bahwa kinerja PT KS masih jauh dari potensinya, itu memang benar, baik karena salah kelola yang bersifat internal, sehingga menimbulkan inefisiensi, KKN, dan lain-lain, maupun akibat absennya kebijakan pendukung yang memadai.
Keputusan pemerintah yang terlalu cepat melakukan privatisasi lewat IPO telah menghilangkan peluang Indonesia menjadikan PT KS sebagai BUMN yang dapat diandalkan dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional. Padahal, dengan strategi yang out of the box, sebagaimana pernah dilakukan pada PT PLN atau Telkom, masalah keuangan dan manajemen yang jamak dihadapi BUMN dapat diselesaikan tanpa harus melakukan pengalihan kepemilikan.
Tambahan lagi, sebelum melakukan IPO, PT KS telah melakukan kerja sama dengan pihak lain yang akan berpengaruh terhadap masa depan PT KS. Informasi yang hanya sepenggal ini mengakibatkan publik percaya IPO adalah pilihan terbaik karena hanya dengan melepas 20 persen saja, PT KS akan mendapatkan Rp 2,6 triliun. Oleh karena itu, saat proses dan persyaratan administrasi IPO telah dipenuhi, tidak ada hal yang perlu diperdebatkan dalam IPO PT KS. Padahal, permasalahan tidak sesederhana itu.
Potensi dilusi saham
Selama ini publik tidak mendapatkan informasi bahwa sebelum merencanakan IPO, sebenarnya PT KS telah bekerja sama (joint venture) dengan Pohang Iron & Steel Company (Posco), sebuah perusahaan besi dan baja asal Korsel. Kerja sama dibuat lewat memorandum of agreement (MOA) Desember 2009. Setelah tahun 2007 publik menolak rencana pemerintah melakukan strategic sale dengan Mittal Steel Company NV, PT KS akhirnya melakukan kerja sama dengan Posco. Tetapi, publik pun bertanya-tanya tentang pemilihan Posco sebagai partner strategis tanpa proses beauty contest.
Kerja sama Posco-KS (JV Posco-PT KS) sangat penting untuk dibeberkan ke publik karena sangat terkait dengan IPO PT KS dan jadi bagian penting privatisasi oleh pemerintah terhadap PT KS. Publik harus mendapatkan informasi bahwa dalam kerja sama JV Posco-KS, kepemilikan PT KS akan jadi minoritas, sedangkan Posco mayoritas. Mengapa kepemilikan saham penting? Bukankah JV Posco-KS hanya anak perusahaan? Toh kepemilikan pemerintah di perusahaan induk tetap mayoritas?
Kepemilikan saham sangat terkait kemampuan menyediakan modal dalam pembiayaan proyek bersama. Dalam kerja sama JV Posco-KS, Posco akan memberikan manajemen, teknologi, permesinan, dan modal kerja, sedangkan PT KS menyetorkan aset berupa tanah dan dana segar. Dana IPO Rp 2,6 triliun tentu sebagian besar akan digunakan sebagai setoran modal PT KS ke JV Posco-KS.
Dengan meningkatnya kebutuhan dana ekspansi, PT KS tentu harus terus menambah jumlah aset/tanah yang disetorkan dan/atau menjual saham yang dimiliki untuk mempertahankan kepemilikan sahamnya. Saat ini jumlah tanah yang disetorkan sudah lebih dari 380 hektar, meningkat tiga kali lipat dalam waktu kurang dari setahun sejak MOA. Saat pencatatan saham PT KS, Menteri Negara BUMN juga menyatakan BUMN tersebut akan segera menjual kembali sahamnya sebesar 10 persen dalam waktu dekat.
Dengan perkembangan ini, tak ada yang dapat menjamin anak tak akan lebih besar dari induknya dan secara perlahan akan terjadi dilusi saham PT KS pada JV Posco-KS. Kekhawatiran ini bukan omong kosong. Pada Desember 2009, kepemilikan saham PT KS pada JV Posco-KS dimungkinkan hingga 45 persen. Namun, pada September 2010 dilaporkan kepemilikan PT KS hanya 30 persen dan Posco 70 persen!
Pihak dengan kepemilikan lebih besar tentu saja akan memiliki peluang mengambil kebijakan dan menentukan jalannya perusahaan. Pengalaman menunjukkan di Blok Cepu, Pertamina tak mendapatkan posisi kunci dalam menentukan arah bisnis. Jadi, jangan heran apabila sejak awal Posco akan memilih posisi manajemen yang strategis dalam JV Posco-KS seperti direktur umum, keuangan, dan business development termasuk posisi manajer-manajer strategis yang menentukan besarnya investasi, perusahaan kontraktor, pemasok, dan lain-lain.
Mengapa ini penting jadi pertimbangan? Posco adalah perusahaan milik Pemerintah Korsel. Meskipun kepemilikan minoritas, tetapi punya golden share sehingga berhak menentukan kebijakan penting di Posco. Pemerintah Korsel pasti akan melakukan berbagai kebijakan untuk kepentingan nasionalnya.
Kesalahan fatal
Tidak terlalu salah untuk mengatakan langkah privatisasi PT KS lewat IPO adalah kesalahan fatal. Salah besar jika gugatan publik (citizen lawsuit) yang kami lakukan dinilai mengada-ada. Terlalu banyak alasan strategis yang dapat kami ajukan untuk menolak privatisasi PT KS. Apalagi Indonesia sangat memerlukan dukungan industri baja yang dapat diarahkan untuk mendukung pembangunan ekonomi.
Kuantitas dan kualitas infrastruktur yang terbatas sangat memerlukan pasokan baja. Belum berkembangnya industri permesinan nasional juga membutuhkan dukungan BUMN baja. Industri baja juga akan menjadi bagian penting pembangunan industri strategis pertahanan keamanan. Penguasaan kepemilikan pemerintah terhadap PT KS sebagai satu-satunya BUMN baja tentu sangat penting.
Apabila ternyata pihak yang diuntungkan dari kebijakan IPO PT KS atau rencana privatisasi BUMN-BUMN strategis lain seperti Pertamina adalah mereka yang mendapatkan amanah rakyat untuk mengambil kebijakan publik, maka rakyat hanya bisa menangis karena mereka tahu bahwa praktik perampokan BUMN akan terus terjadi, tetapi tidak tahu cara membuktikan dan menghentikannya.
Hendri Saparini Ekonom dan Pendukung Citizen Lawsuit Penjualan Saham PT KS
Tulisan ini disalin dari Kompas, 15 November 2010