Akankah Korupsi Besar Terungkap?

Salah satu progam 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) memuat penanganan atau pemberantasan korupsi di seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagai langkah awal pelaksanaan progam 100 hari itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk orang-orang yang berani mengungkap korupsi yang sedang terjadi di Indonesia. Penunjukan orang-orang tersebut memang sangat tepat, seperti Hamid Awaludin sebagai menteri hukum dan hak asasi manusia (HAM) dan Abdul Rahman Saleh sebagai jaksa agung.

Hamid Awaludin dan Abdul Rahman Saleh pada awal jabatannya sangat serius mengungkap korupsi yang terjadi di Indonesia -baik korupsi besar maupun korupsi kecil. Keseriusan itu dibuktikan dengan langkah awal membangun kerja sama yang kuat dengan polisi negara Indonesia (Polri) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adapun, gebrakan awal di internal kejaksaan adalah pembentukan atau penunjukan jaksa-jaksa -yang khusus akan ditugaskan untuk menangani kasus korupsi, baik di daerah maupun di pusat- yang benar-benar mempunyai keberanian mengungkap, bahkan menyeret para pelaku korupsi ke tahanan.

Gebrakan awal jaksa agung tersebut membuahkan hasil. Satu per satu pejabat dan mantan pejabat di beberapa daerah diselidiki, bahkan sudah ada yang dijadikan tersangka. Keadaan seperti itu, di satu sisi, membuat masyarakat berdecak kagum atas keberhasilan pemerintah dalam menangani korupsi dengan waktu cukup singkat.

Di sisi lain, keadaan tersebut membuat masyarakat prihatin. Sebab, para pejabat dan mantan pejabat yang begitu disegani dan dihormati mempunyai sifat kurang terpuji. Mereka tega mengambil uang milik masyarakat.

Ada suatu konsekuensi logis yang harus diterima jaksa agung dan bawahannya dalam gebrakan awal tersebut -yang telah menyeret beberapa pejabat dan mantan pejabat menjadi tersangka korupsi. Misalnya, teror-teror yang menghantui jaksa dalam melakukan tugasnya. Teror- teror tersebut berupa ancaman melalui telepon, bahkan pembakaran rumah dinas, seperti yang baru-baru ini dialami Kajati Bengkulu. Teror-teror seperti itu memang menjadi risiko yang harus diterima para jaksa jika mau megungkapkan suatu kebenaran.

Keberhasilan kejaksaan dalam mengungkap kasus korupsi tidak lepas dari peran serta dan kerja sama dengan berbagai pihak, seperti Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden sebagai orang nomor satu di pemerintahan sangat berperan dalam mengungkap korupsi berjamaah di berbagai daerah. Yakni, dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 5 Tahun 2004 tentang Percepatan, dan Pemberantasan Korupsi. Inpres tersebut digunakan kejaksaan dan KPK untuk memberantas korupsi dengan lebih berani.

Walaupun sebelum keluarnya inpres, sudah ada undang-undang (UU) yang bisa digunakan untuk pemberantasan korupsi.
***
Terlepas dari keberhasilan pemerintah mengungkap korupsi berjamaah di berbagai daerah, ada pertanyaan mendasar yang patut diajukan kepada pemerintah. Apakah keberhasilan itu benar-benar telah diprogramkan pada awal jabatan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB)?

Dalam progam awal Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), dijelaskan bahwa pemberantasan korupsi akan dilakukan terhadap semua aspek yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Artinya, semua kasus korupsi akan dibongkar, baik korupsi besar maupun korupsi kecil. Tetapi, keberhasilan sekarang ini merupakan keberhasilan mengungkap korupsi kecil. Artinya, pengungkapan kasus korupsi ditujukan kepada orang-orang di daerah yang berpengaruh lokal. Kasus korupsi -yang belum dibongkar atau yang sudah dipetieskan- yang besar dan berada di pusat belum tersentuh sama sekali.

Ada alasan atau pernyataan logis yang akan diberikan bila ada pertanyaan yang diajukan kepada lembaga-lembaga hukum di Indonesia, tentang kasus korupsi besar yang belum terungkap.

Terlepas dari pernyataan-pernyataan yang diberikan lembaga-lembaga hukum di Indonesia mengenai pertanyaan tersebut, masyarakat harus tetap mengikuti dan memantau progam 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), khususnya dalam mengungkap korupsi di Indonesia. Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat harus menjadi berada di barisan terdepan dalam memantau pemberantasan korupsi di Indonesia.

Mahasiswa yang juga sebagai makluk sosial harus turut serta dalam membangun Indonesia. Hal itu bisa dilakukan dengan memperhatikan atau mengkritik keadaan di sekitarnya, yang tidak sesuai dengan cita-cita pembangunan Indonesia, seperti memantau pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah saat ini.

Akhirnya, jika masyarakat menginginkan kasus korupsi lenyap dari tanah air tercinta ini, seharusnya, semua elemen masyarakat, seperti pedagang, petani, guru, mahasiswa, jaksa agung, menteri hukum dan hak asasi manusia (HAM), KPK, Polri, dan presiden, bergandengan tangan dan dengan hati ikhlas melakukan berbagai kegiatan untuk menlenyapkan korupsi dari tanah air Indonesia ini. Dengan demikian, Indonesia akan bersih dari tindakan korupsi.(Jati Andrianto, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang)

Tulisan ini diambil dari Jawa Pos, 21 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan