Agar Tak Korup, Amil Zakat Diaudit BPKP

Berbagai problem yang muncul seputar pelaksanaan zakat dibahas dalam Diskusi Rutin Komunitas Tabayun di Pena Resto, lantai 2 Graha Pena, Surabaya, kemarin (8/10). Sempat muncul gagasan agar lembaga amil zakat diaudit oleh lembaga berkompeten. Kalau perlu diaudit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sebab, pada zaman kekhalifahan dulu, mereka yang menjadi amil zakat rawan berkorupsi, kata KH Imam Ghazali Said, wakil ketua Lembaga Bhatsul Masail PB NU yang menjadi salah seorang pembicara dalam diskusi tersebut.

Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa An-Nur, Wonocolo, Surabaya, itu lantas mencontohkan sebuah lembaga penyalur zakat yang berhasil menghimpun dana hingga miliaran rupiah. Tapi, tak ada audit oleh lembaga berkompeten, sehingga bisa saja itu rawan terjadi korupsi, ujarnya.

Pembicara lain adalah dr Nalini Muhdi SpKJ, psikiater RSU dr Soetomo, yang meninjau fenomena pamer dalam berzakat, ditinjau dari sisi kejiwaan. Menurut dia, bagi si pemberi, zakat itu sangat bermanfaat untuk kesehatan jiwa dan mental. Sebab, dengan berzakat, terjadi peningkatan dorongan altruistik (sifat ingin menyenangkan orang lain) yang akan meningkatkan ego positifnya.

Bagaimana jika si pemberi zakat melakukannya secara atraktif dengan cara mengumpulkan para fakir miskin di suatu tempat, sehingga terjadi desak-desakan, bahkan sampai ada korban pingsan hingga tewas? Menurut dia, jika itu terjadi, harus ditanyakan kepada si pemberi zakat. Kalau dia (si pemberi zakat) ternyata cukup puas ketika menyaksikan banyak orang berdesak-desakan sampai ada yang tewas, berarti ada yang sakit dalam jiwanya, tegas pengasuh rubrik konsultasi kejiwaan Jawa Pos tersebut.

Saya sepakat, jika pemberian zakat secara atraktif dilakukan meluas, secara tak langsung itu akan menjadikan bangsa ini bermental pengemis. Karena itu, sudah saatnya pemerintah turun tangan dan mengambil langkah tegas menyikapi hal tersebut, ungkapnya. (zul)

Sumber: Jawa Pos, 9 Oktober 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan