Afirmasi Unsur Kejaksaan dan Kepolisian Dalam Komposisi Pimpinan KPK Harus Ditolak
Press release KPP Soal Penolakan komposisi pimpinan KPK
Afirmasi Unsur Kejaksaan dan Kepolisian Dalam Komposisi Pimpinan KPK Harus Ditolak
Sejumlah 326 orang calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lolos dalam seleksi penulisan makalah. Selanjutnya, Panitia Seleksi (Pansel) KPK akan menyelenggarakan proses seleksi tahap tiga, yaitu profile assessment, sebagai salah satu acuan untuk menilai kelayakan dan menyaring peserta seleksi dalam tahap berikutnya.
Dari proses seleksi calon pimpinan KPK yang selama ini berjalan, Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) perlu menyampaikan beberapa catatan kritis:
Pertama, belajar dari pengalaman KPK sebelumnya dan masukan masyarakat di sembilan propinsi, Pansel KPK tidak perlu memaksakan diri untuk memasukan aparat penegak hukum, khususnya polisi dan jaksa untuk duduk menjadi calon pimpinan KPK. Perlu diketahui, selama periode KPK 2003-2007, tidak ada satupun kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum diproses oleh KPK. Padahal berbagai kasus korupsi yang macet di tangan kejaksaan dan kepolisian, terjadi karena menjangkitnya mafia peradilan.
Afirmasi bagi masuknya keterwakilan unsur pemerintah, termasuk pejabat kejaksaan dan aparat kepolisian kedalam komposisi pimpinan KPK akan membuat proses seleksi menjadi tidak fair karena dapat mengenyampingkan jejak rekam, kualitas dan parameter pimpinan KPK kedepan yang diharapkan. Jika afirmasi tetap dijadikan sebagai dasar untuk menyeleksi calon pimpinan KPK, bukan tidak mungkin kandidat yang tidak diharapkan dapat menjadi pimpinan KPK. Namun tentu, jika berdasarkan kriteria tersebut terpenuhi maka tentu tidak ada limitasi bagi unsur pemerintah dalam pimpinan KPK
Kedua, di dalam UU KPK, tidak ditemukan satu pasalpun yang terkait dengan kewajiban bagi adanya unsur pemerintah di dalam komposisi Pimpinan KPK. Unsur pemerintah dan unsur masyarakat muncul pada penjelasan umum UU KPK. Jikapun unsur pemerintah tetap dimasukan, maka pengertian yang dapat dijelaskan bahwa hal itu tidak harus berasal dari Kejaksaan dan Kepolisian, tapi juga dapat berasal dari unsur pemerintah lainnya.
Jakarta, 7 Agustus 2007
Koalisi Pemantau Peradilan
(ICW, KRHN, MaPPI, LeIP, PSHK, LBH Jakarta, YLBHI)