Adukan RS Tolak Pasien Miskin

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar DPR bersama Kemenkes segera membentuk Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Upaya itu diperlukan untuk mengatasi penolakan dan penyanderaan pasien miskin di beberapa rumah sakit.

''Kami masih menemukan pasien miskin yang ditolak di rumah sakit karena ketidakpastian biaya pengobatan,'' terang Febri Hendri, peneliti senior ICW, ketika mengadukan persoalan tersebut kepada jajaran Kemenkes kemarin (8/2).

ICW juga membawa dua pasien miskin yang ditolak rumah sakit.

Selain masalah pembiayaan, ICW mendapati persoalan lain, seperti penolakan, diskriminasi, dan penyanderaan pasien. ''Tetapi, hingga kini belum ada tindak lanjut persoalan ini,'' ujar Febri.

Staf khusus Menkes Bidang Pembiayaan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Abdul Chalil mengatakan, pemerintah telah berupaya pro terhadap masyarakat miskin. Yang menjadi persoalan, menurut dia, kepesertaan jamkesmas. Selama ini, kriteria masyarakat miskin yang dipakai Kemenkes berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) yang memperhitungkan 14 variabel masyarakat miskin. Ternyata, dengan data tersebut, masih banyak yang tidak tepat sasaran. ''Ada pasien miskin yang belum ter-cover keanggotaan jamkesmas. Demikian pula, ada yang tidak berhak mendapat jaminan, tapi masuk keanggotaan,'' terangnya. (kit/dwi)

Sumber: Jawa Pos, 9 Januari 2010

-----------------------------------

Data Jamkesmas Simpang Siur
Baru 50,8 Persen Warga Miliki Jaminan Kesehatan

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat masih bermasalah. Persoalan utama terkait dengan kepersertaan, yakni ketepatan sasaran penerima jaminan kesehatan itu.

Staf ahli Menteri Kesehatan Bidang Pembiayaan Kesehatan dan Pembinaan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Abdul Chalik Masulili, mengatakan, peserta Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) berjumlah 76,4 juta orang miskin. Namun, masih ada orang miskin belum terjamin. ”Sebaliknya, mereka yang tidak layak malah mendapatkan kartu jaminan,” ujar Chalik saat menerima warga miskin Aswanah dan Amsiah yang mengadu terkendala biaya pengobatan ke kantor Kementerian Kesehatan, Senin (8/2).

Kementerian Kesehatan menggunakan data dan kriteria miskin dari Biro Pusat Statistik (BPS). Pemerintah kabupaten dan kota lalu menetapkan peserta Jamkesmas. Hanya saja, penetapan masih kurang akurat.

BPS mendata, terdapat 60,13 juta orang miskin lengkap dengan nama dan alamat pada awal tahun 2009. Ketika data itu disinkronkan dengan data penerima Jamkesmas selama ini, hanya 30-70 persen yang sama.

Terbuka kemungkinan ada yang mengikutsertakan mereka yang tidak layak untuk mendapatkan Jamkesmas.

Untuk membatasi ketidaktepatan sasaran, data akan disamakan, diperbarui, dan divalidasi ke lapangan. ”Tahun 2011, akan keluar kartu Jamkesmas baru,” ujar Chalik.

Masih kesulitan
Jamkesmas juga kurang sosialisasi sehingga masih ada pemegang kartu tidak dilayani semestinya, seperti yang dialami Aswanah, warga Tangerang. Dia didampingi peneliti dari Indonesia Corruption Watch mengadu ke Kementerian Kesehatan.

Aswanah, yang harus operasi mata, masih diminta menanggung biaya Rp 10 juta oleh RSUD Tangerang. Seorang warga lain, Amsiah, juga harus menunda pengobatannya karena kekurangan biaya. Lantaran tidak punya kartu Jamkesmas, dia menempuh birokrasi berbelit agar mendapat keringanan biaya. Itu pun belum berhasil.

Chalik menegaskan, pemegang kartu Jamkesmas tidak dipungut biaya sepeser pun. Dia mengakui, masih perlu sosialisasi intensif

kepada penyelenggara rumah sakit dan tenaga kesehatan. Selain itu, tengah diupayakan juga agar semua warga mempunyai jaminan kesehatan.

Hanya separuh
Secara terpisah, dalam ”Universal Coverage 2014 di Indonesia, Mungkinkah?” yang diselenggarakan Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Sabtu (6/2), terungkap, hanya separuh masyarakat Indonesia yang mempunyai jaminan kesehatan dengan beragam jenisnya. Padahal, jaminan kesehatan sangat dibutuhkan sejak individu dilahirkan dan kesehatan merupakan hak warga negara.

Salah satu pembicara, mahasiswa Program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat UI, Hermawan Saputra, mengatakan, setidaknya baru sekitar 50,8 persen warga negara yang mempunyai jaminan kesehatan. Mereka yang telah tercakup itu mempunyai jaminan dalam bentuk asuransi kesehatan sosial untuk pegawai negeri (14,9 juta orang), asuransi kesehatan komersial (2,2 juta), Jamsostek (3,9 juta orang), ASABRI (2,0 juta), asuransi lain (6,6 juta), Jaminan Kesehatan Masyarakat (76,4 juta), dan Jamkes Daerah (10,8 juta). Total yang tercakup 116,8 juta orang dari jumlah penduduk sekitar 230 juta jiwa pada 2009. (INE)

Sumber: Kompas, 9 Februari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan