Adrianus Meliala: Solidaritas Tinggi, Polri Sulit Buka Rekening Gendut

Polisi selalu punya alasan untuk menolak memberikan data rekening gendut perwira tinggi Polri kepada Indonesia Corruption Watch (ICW). Dalam sidang adjudikasi sengketa informasi antara ICW dengan Mabes Polri di Komisi Informasi Pusat (KIP), pihak polisi menolak membuka data rekening karena proses penyelidikan belum selesai. Rekening yang sedang diproses, tidak dapat diakses.

"Sesuai undang-undang, tidak diperkenankan membuka hasil penyelidikan sementara. Ada prosedur yang ketat, yang sangat terjamin kerahasiaannya," ujar Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Bareskrim Polri Kombes Pol Agung Setiyadi dalam sidang adjudikasi pada 18 Januari 2011.

Ketertutupan Polri ini, menurut kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, terjadi karena Polri merupakan satuan kelompok yang memiliki budaya solidaritas tinggi. Dengan segala upaya, korps polisi akan selalu berusaha melindungi anggotanya.

Berikut petikan wawancara Farodlilah Muqoddam dari ICW dengan Adrianus, usai menjadi saksi ahli di sidang adjudikasi rekening gendut di Komisi Informasi Pusat.

Mengapa Polri begitu tertutup?

Ketidaksukaan Polri untuk membuka data rekening gendut yang diminta ICW, karena Polri berusaha melindungi anggotanya.

Sebetulnya selain sebagai satu organisasi penegak hukum, Polri adalah sekumpulan orang yang memiliki budaya. Budaya itu kemudian melahirkan identitas, kepentingan, cara pandang, perilaku, dan bahasa yang bisa sangat berbeda dengan publik. Dalam konteks itu ada kemungkinan apa yang diminta orang luar  dilihat sebagai sesuatu yang mengancam. Akibatnya, mereka berekasi secara berlebihan dan melakukan instrumen hukum sebagai defense mechanism.

Polisi selalu mengambil dalil-dalil hukum yang ketat untuk menolak permintaan ICW...

Ada dua spektrum hukum, spektrum ketat (textbook) dan interpretatif. Polri memilih instrumen ketat, dalil-dalil hukum yg kaku, karena ada sesuatu yang mereka ingin capai. Saya membacanya karena mereka ingin melindungi 17 orang ini, melindungi korps.

Kepada mereka ini sudah diberikan pendekatan budaya solidaritas tinggi. Pegawai Polri yang berada di sidang, selalu berupaya menggunakan instrumen ketat hukum. Bisa jadi petinggi Polri yang terlibat kasus ini sudah mengontak, datang, dan berpesan kepada anggotanya yang disini, "aku kan bapakmu yang mengangkat kamu jadi Kombes."

Ini sebuah bentuk relasi senioritas. Sehingga membuat mereka menjadi "terpaksa" melakukan pembelaan secara membabi buta. Terus menerus berupaya dengan segala argumen yang sebenarnya telah terpatahkan.

Polisi menurunkan status dari rekening “wajar” menjadi “wajar dalam proses”. Apakah ini menunjukkan polisi mulai goyah?

Ini hanya satu cara mereka berkilah. Setelah didesak, ditekan,  mereka mencoba berkilah. dengan mengatakan bahwa data yang diminta sedang berada dalam proses penyelidikan. Ini bukti bahwa penyelidikan secara proper tidak dilakukan. Sudah tujuh tahun proses mengapa belum ada hasil.

Ketika didesak dengan progress report penyelidikan kasus, mereka juga tidak bisa membuktikan.

Jadi, polisi masih terus berusaha melindungi perwira tinggi pemilik rekening gendut?

Ya, pembelaan ini berada dalam semangat budaya solidaritas tinggi. Namun pada satu sisi, ketika ada sesuatu yang berubah, bisa jadi mereka akan mengorbankan seseorang. Kasus Susno (Susno Duadji) misalnya, dia jenderal bintang tiga. Ini anomali.

Ketika seorang “anak” mulai nakal, atau menggannggu “keluarga besar”, akan dibuang. Pemimpin kemudian merangkul yang lain, dengan pendekatan keluarga, mencoba menenangkan "anak-anak" yang lain.

Bagaimana bila polisi masih berkeras menolak ketika putusan KIP menyatakan rekening itu terbuka?

KIP memang tidak memiliki kewenangan kohersif. Tapi yang dicari adalah hukuman sosial, perlawanan dari rakyat. Bayangkan ketika nanti KIP sudah memutuskan untuk membuka rekening, dan kemudian Polri menolak, sangat negatif sekali respons publik.

Biarkan masyarakat yg menilai. Putusan itu sudah cukup, bagi KIP juga ICW.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan