Adrian Waworuntu Bantah Semua Bukti Jaksa
Terdakwa kasus pembobolan Bank BNK Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 miliar, Adrian Herling Waworuntu, membantah dirinya merupakan tokoh kunci kasus ini. Pembelaan ini saya buat karena keheranan saya atas tuntutan jaksa yang menuntut hukuman seumur hidup, kata dia dalam nota pembelaannya (pleidoi) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.
Selaku konsultan investasi, Adrian mengaku hanya menjalankan investasi berdasarkan minat Maria Pauline Lumowa yang mewakili investor asing berkebangsaan Israel di London. Saya sama sekali tak terlibat dalam pendiskontoan 41 L/C (surat utang dagang) dengan dokumen ekspor fiktif yang diajukan Gramarindo Group, ujarnya.
Ia juga mengaku tidak tahu bahwa dana-dana PT Sagared Team dan Gramarindo berasal dari pendiskontoan L/C dengan dokumen ekspor fiktif oleh Bank BNI yang diajukan Gramarindo. Menurut dia, semua transfer dana dari dan ke Gramarindo bukan atas perintah dirinya. Itu perintah Maria, ujarnya.
Adrian menekankan perlunya asas praduga tak bersalah dalam kasus itu. Ia menilai, selama ini penggalangan opini publik di media massa berdasarkan informasi yang tidak akurat dan lengkap. Penyidik pun dinilainya bersikap ambivalen antara mencari kebenaran dan memuaskan publik. Proses penyidikan di Mabes Polri sangat terdistorsi faktor-faktor nonhukum, ujarnya.
Dalam nota pleidoinya itu ia mengungkapkan, sebelum ditahan Mabes Polri pada 19 November 2003, dirinya hampir setiap hari berada di kantor penasihat hukum Bank BNI atau kantor pusat BNI. Namun, polisi menyatakan dirinya tak dapat ditemukan lagi sehingga harus menggeledah rumah dan menangkapnya.
Saat melarikan diri ke luar negeri, Adrian mengaku sempat disarankan agar tidak kembali ke Indonesia dan menghadapi sidang pengadilan. Saran yang saya terima sebelum kembali ke Indonesia pada 22 Oktober 2004 adalah salah besar jika saya kembali ke Indonesia dan menghadapi sidang pengadilan, ujarnya. Ia tak menyebut siapa yang memberi saran itu.
Adrian menyatakan, proses penyidikan yang dialaminya belum menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Sebab, ada penggunaan otoritas dan kekuasaan untuk menyelesaikan secara paksa berbagai persoalan. Contohnya, kata dia, adalah akta penjaminan utang dari akta pengakuan utang antara Ollah Abdullah Agam dan PT Bank BNI dianggap tidak pernah ada.
Selain menuntut penjara seumur hidup, pada 21 Februari lalu, tim jaksa penuntut umum yang terdiri dari juga menghukum Adrian dengan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan dan membayar uang pengganti senilai Rp 6 miliar atau hukuman penjara dua tahun.
Jaksa menilai, hal-hal yang memberatkan tuntutan tersebut karena terdakwa berpengalaman dalam bidang bisnis dan perbankan, tapi membuat tindakan yang merugikan negara serta melarikan keluar negeri. badriah
Sumber: Koran Tempo, 8 Maret 2005