Adrian Dituntut Seumur Hidup

Adrian Herling Waworuntu dituntut hukuman penjara seumur hidup, denda Rp1 miliar, dan membayar uang pengganti sebesar Rp6,846 miliar dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, kemarin.

Tuntutan atas terdakwa kasus tindak pidana korupsi pembobolan Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, senilai Rp1,2 triliun itu dibacakan oleh tim jaksa penuntut umum yang dipimpin Syaiful Taher.

Dalam tuntutan setebal 95 halaman itu, jaksa menyatakan bahwa Adrian bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999, sesuai dakwaan primer.

Hal yang dinilai memberatkan, antara lain terdakwa orang yang berpengalaman dalam dunia bisnis dan perbankan. Namun, dengan keahlian dan intelektualnya itu, terdakwa justru melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerugian negara, apalagi negara masih mengalami krisis moneter yang meluas menjadi krisis ekonomi.

Selain itu, jaksa juga menilai bahwa perbuatan terdakwa dapat menghambat program pemerintah, khususnya dalam rangka penyehatan lembaga perbankan untuk mengatasi kestabilan dan perbaikan ekonomi.

Terdakwa juga pernah melarikan diri ke luar negeri pada saat akan diserahkan penyidik ke kejaksaan, kata Syaiful.

Sedangkan hal yang dinilai dapat meringankan adalah terdakwa belum pernah dipidana dan berlaku sopan selama persidangan.

Menanggapi tuntutan tersebut, Adrian mengatakan akan mengajukan pembelaan sendiri. Kalau saya salah, saya siap dihukum, tapi yang proporsional, katanya usai persidangan.

Sementara itu, kuasa hukum Adrian, Jan Juanda Saputra, mengatakan fakta hukum yang disodorkan jaksa tidak seperti yang didalilkan dalam tuntutan dan tidak konsisten. Menurutnya, Adrian hanyalah konsultan investasi yang sebelumnya tidak terlibat dalam upaya pembobolan BNI tersebut.

Ketua Majelis Hakim Roki Panjaitan memutuskan sidang ditunda hingga Kamis (3/3) untuk mendengarkan pleidoi (nota pembelaan) terdakwa.

Penyitaan aset
Dalam sidang sebelumnya pada Selasa (8/2), majelis hakim memerintahkan jaksa untuk menyita aset Adrian senilai Rp56 miliar dan US$28,178 juta yang diduga berasal dari hasil membobol Bank BNI Cabang Kebayoran Baru. Aset-aset yang akan disita itu antara lain berupa saham, tanah, dan bangunan, dan uang tunai

Menurut Majelis Hakim, barang bukti tersebut hingga saat ini masih dikuasai terdakwa dan pihak ketiga yang belum disita oleh penyidik Polri.

Tembusan penetapan penyitaan itu juga disampaikan kepada Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Kapolri, Kabareskrim Mabes Polri, Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta, Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta, Ketua PN Jakarta Selatan, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, jaksa, terdakwa, dan penasihat hukum terdakwa.

Penyitaan tersebut didasarkan atas surat dari BNI tertanggal 4 Februari 2005, yang mohon bantuan agar majelis hakim menyita uang, harta, dan aset-aset terdakwa yang diduga berasal dari uang kasus BNI.

Majelis hakim meminta agar aset-aset tersebut sudah disita sebelum kasus perkara Adrian diputus (vonis) yang diperkirakan sebelum akhir bulan ini.

Dalam sidang kemarin majelis hakim mempertanyakan kepada jaksa tentang pelaksanaan penyitaan aset tersebut.

Menanggapi hal tersebut, jaksa Nova Elida Saragih menyatakan bahwa perintah tersebut telah dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Namun, masih perlu waktu untuk penelitian lebih lanjut.

Ketua majelis hakim kemudian kembali melakukan penetapan penyitaan terhadap sejumlah aset Adrian yang lain, yang diduga berasal dari hasil pembobolan Bank BNI.

Aset-aset itu antara lain sejumlah tanah di NTT, tanah dan bangunan di Jakarta, serta tiga mobil mewah merek Bentley dan satu Ferrari yang masing-masing ditaksir seharga Rp4,5 miliar.(Sdk/X-7)

Sumber: Media Indonesia, 22 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan