Adipura (Bukan) untuk Bekasi

Kriteria penilaian yang digunakan dipertanyakan.

Jorok ditambahkan Eka Adi ke dalam daftar macet, tidak teratur, jalan rusak, rawan, dan panas yang disebutnya identik dengan Kota Bekasi. Dia misuh-misuh di sebuah jejaring, menanggapi rencana pemerintah kota setempat yang mengancam menutup Stasiun Bekasi belum lama ini. "Kalau sekitarnya berisi sampah, ya stasiun dibersihin berapa kali tetap saja jorok," katanya.

Stasiun itu sejatinya berada di antara 96 titik pantau sebelum Kota Bekasi dinyatakan berhak menerima Piala Adipura 2009/2010. Namun, dengan kenyataan seperti yang diungkapkan Eka, piala tersebut tetap diterima oleh Kota Bekasi dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Pemandangan di beberapa titik pantau lainnya yang didatangi Tempo juga menimbulkan tanda tanya atas penghargaan yang didapat Kota Bekasi itu. Jalan Raya Narogong, misalnya, hanya sebagian saja yang dilengkapi sistem drainase. Adapun sampah organik dibiarkan menumpuk di Pasar Pondok Gede. Khusus soal kualitas kebersihan di pasar ini, Lusia, warga setempat mengatakan, "Memang susah mengubah perilaku di sini."

Belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi menduga bahwa Piala Adipura yang didapat Kota Bekasi itu berkat suap. Sejumlah tersangka telah ditetapkan dan mulai diperiksa.

Berita tak sedap inilah yang mengikuti Ridwan Maulana hingga ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Planolog itu mengungkapkan dia langsung disambut dengan isi berita itu ketika memperkenalkan diri bahwa dia berasal dari Bekasi. "Saya mendapat pertanyaan, 'apa benar Wali Kota Bekasi sedang terbelit masalah dalam kasus Adipura?' Dia juga bilang bahwa piala itu memang bisa dibeli," kata Ridwan pekan lalu.

Saat itu, Ridwan memang memilih untuk tak memperpanjang diskusi tersebut. Namun kepada Tempo dia mengakui bahwa kota yang dicintainya itu, belum pantas mendapat penghargaan sebagai kota yang bersih dan teduh. "Tapi tidak tahu juga kalau ternyata standar penilaian yang digunakan terlalu rendah," kata Ridwan yang terlibat dalam komunitas One Center, yang menjadi mitra aktif pemerintah kota setempat.

Nandang Najmul Munir, Rektor Universitas Islam 45 Bekasi, mengatakan sebenarnya, ada upaya pemerintah kota setempat untuk bangkit dari predikatnya sebagai kota metropolitan terkotor tiga tahun lalu. Namun dia, yang terlibat dalam tim pra-Adipura tahun lalu, mengaku belum melihat perubahan yang signifikan di wilayah Bekasi.

Saat itu, Nandang ikut memberi tes penilaian dengan masuk ke sekolah-sekolah, kantor pemerintahan, pasar, terminal, stasiun, hingga turun ke jalan-jalan. "(Perubahan) Yang ada malah mal-mal bertambah. Ini jelas malah mempersempit ruang terbuka hijau yang sudah sangat minim di Kota Bekasi," katanya.

Ridwan sendiri mengamati bahwa penataan dilakukan oleh pemerintah setempat di pusat kota, tepatnya di Jalan Ahmad Yani. Ruas jalan yang berstatus milik negara itu baru saja diperluas dan di tengahnya ditanami rumput dan bunga. Tapi di ruas jalan lainnya, seperti Ir. H Juanda, Kalimalang, Cut Meutia, Ridwan mengamati, jalan tersebut berlubang dan minus pedestrian. "Pembangunan jalan kan juga harus 'memanusiakan' manusia," katanya lagi sambil menekankan pentingnya keberadaan fasilitas untuk pejalan kaki.

Ditemui terpisah, Sekretaris Menteri Lingkungan Hidup Hermien Roosita mengungkapkan, pihaknya memberi nilai lebih atas keinginan sang wali kota untuk mengubah citra Kota Bekasi. "Itu memberi poin tambahan," katanya Selasa lalu.

Namun poin terbesar, Hermien mengatakan, yang didapat dari Kota Bekasi itu adalah Tempat Pengolahan Akhir Sumur Batu di Kecamatan Bantar Gebang. Ini yang menurut dia tidak dimiliki oleh kota lain. "Bekasi sudah bisa mengubah sampah menjadi tenaga listrik. Ini sudah dicoba di depan Wakil Presiden dan menghasilkan 10.000 kilowatt," katanya.

Melda Mardalina, anggota Tim Pemantau Seleksi Piala Adipura, menambahkan, bobot penilaian untuk TPA lebih besar dibanding penilaian yang dilakukan di titik pantau lain. Jika di perumahan skala penilaian yang digunakan hanya sampai 5, di TPA bisa terentang sampai nilai 9.

Tapi celakanya, Melda, yang turun langsung menilai ke Bekasi tahun lalu, mengatakan itulah satu-satunya kelebihan yang dimiliki oleh Kota Bekasi. Namun ketika ditanya kembali apa saja kelemahan kota itu, dia menjawab singkat, "Banyak."

Melda mengakui, kesemrawutan, macet, dan jalan rusak ikut mempengaruhi psikologi si penilai, sekalipun Adipura fokus pada kebersihan dan penyediaan ruang terbuka hijau. "Kami masih lebih senang menilai tempat itu kotor, tapi tertib," katanya. WURAGIL | VENNIE MELYANI | HAMLUDDIN

Karena Bekasi Bukan Cuma Jalan Ahmad Yani
# Jalan: Hanya Jalan Ahmad Yani yang mendapat nilai plus, karena sudah lebih lebar dan memiliki median yang ditanami rumput serta tanaman berbunga. Sisanya, seperti Jalan Narogong, Kalimalang, Cut Meutia, Ir. Haji Juanda masih memiliki problem sampah dan drainase yang putus-sambung. Itu belum termasuk minus pedestrian, parkir liar, dan pedagang yang menyerobot badan jalan seperti yang terlihat di ruas Jalan Kalimalang menuju Mal Metropolitan.
# Terminal: Semrawut, sampah di jalur bus atau angkutan kota dan juga ruang tunggu.
# Stasiun: Kotor, banyak sampah.
# Pasar: Di Pasar Pondok Gede, sampah organik menumpuk karena tak terangkut
# Sekolah: Berbagai aktivitas terkait program mengejar Adipura justru nyata di sini. Sampah dipilah dan ada lomba di antara siswa soal program kebersihan dan Adipura. Saya kira "Kota Bekasi mencuri nilai dari sini (sekolah)," kata Lusia, salah seorang guru di SMAN 6 Bekasi.
 
Sumber: Koran Tempo, 29 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan