Adil Jika Semua Tersangka; Kajari Hadiri Paripurna DPT
Penetapan Ketua Panitia Anggaran DPRD Kota Jogja periode 1999-2004 sebagai tersangka kasus Dana Purna Tugas (DPT), dinilai bias. Seharusnya, seluruh mantan anggota dewan periode itu juga ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi ini.
Apa yang dikemukakan Kejati DIJ dengan penetapan tersangka DPT, ini sangat lucu. Apalagi penyebutan tersangka hanya satu nama dan dikatakan sebagai trik penyidikan, ujar praktisi hukum Kresnadjati SH, kemarin.
Dikatakan, jika kasusnya pembunuhan misalnya, mungkin bisa memaklumi, karena dengan menyebut satu nama, kemungkinan dalam proses penyidikan bisa ditemukan tersangka lain. Tapi ini kasus dugaan korupsi yang sudah kelihatan dan disoroti publik. Dengan dokumen yang ada, akan sangat mudah ditentukan tersangka lainnya, katanya.
Bahkan yang jelas, lanjut Koordinator Tim Advokasi PDIP Kota Jogja ini, 40 anggota Dewan Kota saat itu semuanya menerima uang pesangon ini. Jadi, kenapa mereka tidak ditetapkan sebagai tersangka semua. Bagi saya, itu lebih adil, imbuhnya.
Kresnadjati menambahkan, pencairan DPT tentu tidak bisa dilakukan oleh legislatif saja, tapi juga melibatkan eksekutif. Sehingga, Kejati juga harus melihat sisi ini. Apa yang dikemukakan Kresnadjati ini senada dengan apa yang disampaikan salah satu mantan anggota Panitia Anggaran Dewan Kota 1999-2004.
Sumber yang enggan disebutkan namanya mengatakan, besaran uang DPT tidak diputuskan oleh Panitia Anggaran, melainkan dalam sidang paripurna yang diikuti seluruh anggota dewan dan dipimpin Ketua Dewan Bahtanisar Basyir.
Ini harus dijelaskan agar jangan sampai masalah ini dibebankan panitia anggaran. Untuk itu, masyarakat harus paham dan sebagian dari kita juga sudah mengembalikan uang itu atas perintah BPK, katanya. Proses penetapan DPT melalui rapat paripurna juga dihadiri unsur Muspida lengkap. Saat itu, wali kota, kapoltabes, kajari, Ketua PN dan Dandim juga hadir. Jadi, mereka sebenarnya sudah tahu dan setuju dengan DPT. Jika mereka tidak setuju, terutama Kajari, tentu bisa menolak dan interupsi saat paripurna, tambah sumber ini. (ufi)
Sumber: Radar Jogja, 28 Maret 2005