Adang Mengaku Siap Dipidana

Adang Daradjatun, suami Nunun Nurbaetie, menyatakan siap dipidana jika dinilai melindungi istrinya dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Boleh saja. Saya siap menghadapi proses hukum," kata Adang saat ditemui di gedung MPR/DPR kemarin.

KPK menetapkan Nunun sebagai tersangka kasus cek pelawat pada Februari lalu. Nunun--melalui stafnya, Arie Malangjudo--diduga mengalirkan puluhan lembar cek pelawat ke sejumlah anggota DPR periode 1999-2004 seusai pemilihan deputi gubernur senior yang dimenangi Miranda Goeltom. Tapi keberadaan Nunun masih menimbulkan spekulasi. Dia dikabarkan berada di Singapura untuk berobat sakit lupa berat. Tapi sejumlah informasi menyebutkan dia bolak-balik Singapura-Thailand, bahkan Phnom Penh, Kamboja. KPK lalu mengirim red notice ke Interpol guna melacak keberadaan Nunun.

Ahli hukum pidana internasional Romli Atmasasmita mengatakan Adang wajib memberikan keterangan yang benar tentang keberadaan istrinya itu. Menurut Romli, jika dipanggil KPK, Adang harus bersedia. "Kalau tidak, bisa dianggap menggagalkan penyidikan," katanya kepada Tempo, Sabtu lalu. Dia merujuk pada Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ihwal lindung-melindungi seorang tersangka memang menjadi masalah. Meski Pasal 21 Undang-Undang Antikorupsi memberi peluang, Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan bahwa keluarga berhak tidak memberikan keterangan.

Adang sendiri berkukuh tidak merasa melindungi istrinya itu. Dia pun berkeras istrinya tak bersalah dalam kasus tersebut. Adang bahkan sempat menanyakan langsung kepada istrinya ihwal pembagian cek pelawat ke sejumlah anggota Komisi Keuangan DPR periode 2004-2009 itu. "Sebagai suami-istri, setelah saya bertanya kepada ibu, kata ibu enggak ngerti apa-apa," ujarnya.

Perihal keberadaan istrinya, Adang menegaskan masih dirawat di Singapura. "Dokter kan sudah menyatakan ibu masih dirawat di Singapura. Itu saja yang jadi patokan," katanya. Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu juga mengatakan tak takut jika Interpol menjemput istrinya untuk dikembalikan ke Tanah Air.

Di tempat terpisah, KPK menyatakan tidak akan memanggil Adang untuk mengetahui keberadaan Nunun. Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengatakan KPK tidak mengandalkan informasi dari keluarga. "Kami mengandalkan kerja sama dengan pihak-pihak lain," katanya. Antara lain, Kementerian Luar Negeri, kejaksaan Thailand, lembaga antikorupsi Kamboja, dan Interpol. Johan menjelaskan, KPK telah mengantongi dua bukti kuat keterlibatan Nunun dalam kasus cek pelawat. Namun, Johan mengatakan, KPK akan membeberkannya nanti di pengadilan. FEBRIYAN | RUSMAN PARAQBUEQ

Empat Terpidana Bebas Bersyarat

Nunun Nurbaetie belum bisa diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Miranda Swaray Goeltom pun tak kunjung jelas ceritanya dalam pengusutan kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Adapun empat terpidana perkara ini sudah bebas bersyarat dari penjara.

"Mereka bebas bersyarat karena sudah menjalani dua pertiga masa penahanan hukuman," kata juru bicara Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan, Akbar Hadi Pramono, ketika dihubungi kemarin. "Selama menjalaninya tak melakukan tindakan yang melanggar hukum."

Para terpidana itu adalah Udju Djuhaeri, Endin Akhmad Jalaludin Soefihara, Hamka Yandhu, dan Dudhie Makmun Murod. Udju menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung; Endin di Lapas Cibinong; Hamka di Lapas Cipinang, sedangkan Dudhie juga di Cipinang. Udju dan Endin bebas bersyarat per 25 April 2011. Adapun Hamka menghirup udara bebas sejak 17 Mei 2011 dan Dudhie sejak 27 April 2011.

Mereka adalah anggota DPR periode 1999-2004 dari berbagai fraksi. Udju adalah mantan anggota Fraksi TNI/Polri, Endin bekas Ketua Fraksi PPP, Hamka dari Fraksi Partai Golkar, sedangkan Dudhie dari Fraksi PDI Perjuangan. Sebelumnya, Udju dan Dudhie divonis 2 tahun penjara, Endin dihukum 1 tahun 3 bulan penjara, dan Hamka divonis 2 tahun 6 bulan bui oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Mereka terbukti menerima suap berupa cek pelawat untuk memuluskan Miranda menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.

Akbar menjelaskan, usul pembebasan bersyarat datang dari lembaga pemasyarakatan berdasarkan penelitian terhadap perilaku terpidana. Permohonan lalu diserahkan kepada Kantor Wilayah Pemasyarakatan dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Menurut dia, para terpidana tersebut masih wajib memberikan laporan kepada balai pemasyarakatan tempat mereka dihukum. "Minimal sebulan sekali," ucapnya. RIRIN AGUSTIA
Sumber: Koran Tempo, 14 Juni 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan