Ada Upaya Sandera MK

KASUS dugaan suap terhadap Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga yang menjerat Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin ternyata tidak hanya merontokkan citra partai berkuasa pengusung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. Siapa sangka kasus tersebut juga menyeret-nyeret lembaga lain, yakni Mahkamah Konstitusi, yang tak ada sangkut-pautnya dengan  proyek Wisma Atlet SEA Games yang diributkan. Padahal MK selama ini dikenal bagus reputasinya, bahkan belum lama ini mendapat predikat sebagai institusi terbaik se-Asia.

  Beberapa waktu lalu Ketua MK, Mahfud MD, melaporkan kepada Presiden SBY yang juga sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat (PD), bahwa ada seorang politikus partai itu yang mencoba menyuap dirinya.
Mahfud menuturkan Nazaruddin pada 2010 pernah memberikan dua amplop yang berisi 120 ribu dolar Singapura, kepada Sekjen MK Janedjri M Gafar. Menurut pengakuai Janedjri, Nazaruddin memberikan sejumlah uang tersebut sebagai tanda persahabatan. Janedjri mengaku tidak tahu menahu apa tujuan pemberian uang tersebut.

Pasalnya si pemberi uang tidak pernah berperkara di MK. Pihak MK, dalam hal ini Mahfud, memang terkesan lamban melaporkan hal ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu disebabkan MK tidak melihat adanya tindak pidana. Mahfud khawatir jika kasus tersebut dilaporkan ke KPK, justru menjadi bumerang bagi pihaknya yang bisa mendapatkan gugatan pencemaran nama baik. Oleh karenanya Mahfud mengambil jalan dengan melaporkan kepada SBY.

  "Secara hukum tidak ditemukan aspek pidana, sehingga tidak bisa dilaporkan. Tetapi saya menduga ada motif sebagai analisis politik, ini mungkin bagian dari strategi untuk menyandera MK. Tapi kan analisis ini bukan fakta hukum, kalau dilaporkan, justru orang bisa dipidanakan," ujar Mahfud.

  Dirinya menduga ada sebuah konspirasi dengan tujuan menghancurkan MK. Karena selama ini MK dianggap sebagai institusi yang palin bersih. Caranya adalah dengan memberikan sejumlah uang ke MK. ”Oleh sebab itu, saya langsung suruh kembalikan. Jangan sampai (uang itu) menginap. Tetapi waktu dikembalikan kan dia lari dan menghindar,” tuturnya.

Niat Baik

 Upaya penyanderaan kedua menurut dia adalah, uang tersebut diberikan sebagai ”uang muka”, jikalau dalam masa depan ada sebuah permasalahan yang harus dituntaskan oleh MK. "Nanti sudah kasih uang dan diterima, tiba-tiba ada proyek atau perkara dia datang dan harus memenangkan perkara," imbuh pria kelahiran Sampang, Madura.

  Laporan itu ditanggapi positif oleh SBY. Mahfud mengatakan, SBY menyatakan bahwa ini adalah masalah partai, dan harus segera dituntaskan. Akan tetapi niat baik alumnus FH UII kelahiran 13 Mei 1957 itu dengan melaporkan peristiwa tersebut kepada SBY itu justru membuat berang salah satu politikus Partai Demokrat, Ruhut ”Poltak” Sitompul.

Perseteruan bermula ketika Ruhut mempertanyakan, mengapa Mahfud dan Sekjen MK tidak segera melaporkan hal tersebut kepada KPK ataupun ke Institusi Kepolisian. Ruhut menilai hal tersebut sangatlah janggal.
  "Profesor doktor ahli hukum pimpinan MK, namanya Mahfud MD, tidak mengeri hukum. Peristiwa sembilan bulan lalu kok baru sekarang ngomongnya. Katanya ahli hukum, orang biasa saja tahu harus gimana. Cari popularitas di atas penderitaan orang lain," tegas Ruhut.

  Tapi Mahfud tidak  terpancing provokasi yang dilakukan Ruhut. Mahfud pun enggan berkomentar panjang atas pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh Ruhut. Ia justru mempertanyakan Ruhut yang mengaku dekat dengan SBY, tapi tidak mengetahui bahwa dirinya sudah melaporkan kasus itu kepada sang Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

  Seperti Ruhut, pengamat politik UI Iberamsjah justru mempertanyakan motif Mahfud mengadukan kasus itu kepada SBY, bukan kepada KPK. Menurutnya hal itu justru akan membuat dugaan suap Sesmenpora semakin melebar dan berkembang tanpa arah. "Ini   berpotensi memecah belah Partai Demokrat," ujar Iberamsjah. (83)

l   Satrio Wicaksono & Wisnu Wijanarko
Sumber: Suara Merdeka, 29 Mei 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan