Ada Upaya Penghentian; DPR Perlu Gelar Hak Angket Bank Century

diskusiAda upaya sistematis untuk menghentikan pengungkapan kasus Century yang telah menyedot uang negara Rp 6,7 triliun. Upaya itu saat ini dilakukan, baik dari sisi politik maupun sisi hukum.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional Dradjad Wibowo, upaya itu kian jelas dengan pernyataan pemerintah melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy yang menilai tak ada unsur pelanggaran hukum dalam kasus Bank Century. Padahal, laporan sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada DPR jelas menyebutkan ada potensi pidana. Hal itu senada dengan surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

”Nanti yang akan dikorbankan hanya pegawai Bank Indonesia,” ucap Dradjad dalam diskusi di Ruang Wartawan DPR, Jakarta, Senin (26/10).

Oleh karena ada kondisi itu, Dradjad mendorong DPR menggunakan hak angket atau penyelidikan. Dukungan DPR melalui Panitia Khusus Angket, selain adalah dukungan psikologis dan politis, juga turut menjaga agar anggota BPK tak dikriminalisasikan karena menelusuri aliran dana.

Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy berpandangan, pernyataan Marwan, Jumat lalu, jelas menunjukkan keanehan. Sebab, yang meminta BPK menyelidiki kasus aliran dana ke Bank Century adalah KPK dan DPR. ”Pernyataan Marwan menjadi tantangan bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Gerakan Indonesia Raya,” ujarnya.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang mengingatkan, hak angket terkait kasus Bank Century adalah ujian bagi anggota DPR periode 2009-2014 yang 70 persennya adalah anggota baru. Mereka harus membuktikan tak disandera kepentingan politik sekelompok orang.

”Jika hak angket ini berhasil, ini investasi luar biasa DPR. Betul-betul energi baru, harapan baru,” ujarnya.

Rapat Komisi II DPR, Senin, juga menyepakati mengagendakan rapat gabungan dengan Komisi XI untuk mengungkap kasus aliran dana ke Bank Century.

Secara terpisah di Jakarta, Senin, Ketua DPP PDI-P Firman Jaya Daeli menegaskan, partainya akan mendorong pengusutan tuntas kasus aliran dana ke Bank Century. Sebab, selain ada dugaan pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan manajemen Bank Century, juga ada dugaan kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan negara atau penyelenggara negara.

”Sebenarnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang terkait pengucuran dana itu sudah ditolak DPR. Tetapi, mengapa dana talangan itu tetap diberikan. Ini kan menunjukkan ada dugaan kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan penyelenggara negara,” kata Firman.

Dia menambahkan, dari kasus aliran dana ke Bank Century, ada dugaan penyalahgunaan wewenang dan pengambilan keuangan negara yang dilakukan secara tak sah dan ilegal. ”Jadi, selain dugaan tindak pidana, ada juga dugaan pelanggaran hukum administrasi negara dan tata negara dalam kasus Bank Century,” kata Firman lagi.

Menurut dia, KPK dapat memulai mengusut kasus aliran dana ke Bank Century. PDI-P, dan juga diharapkan partai lain, harus mendukung KPK karena korupsi adalah kejahatan luar biasa yang bisa menghancurkan negara ini.

PPATK kooperatif

Di Jakarta, Senin, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menjelaskan, laporan analisis mengenai dana Bank Century yang dibawa lari pemiliknya sudah dikirimkan ke BPK. ”Tudingan BPK bahwa kami tak kooperatif tidak benar. PPATK sudah mengirimkan laporan analisis itu ke BPK,” katanya.

Namun, Yunus mengakui, untuk data mengenai aliran dana dari pemerintah kepada Bank Century senilai Rp 6,7 triliun masih diproses. ”Ini kerja berat. Jadi, tak bisa cepat jadi. Kami akan terus mengusutnya,” katanya.

Yunus menambahkan, PPATK mendapat banyak tekanan untuk mengusut aliran dana ke Bank Century itu. Ketika ditanya tentang pihak yang menekannya, dia tak mau menjawab. ”Pokoknya ada. Namun, sejauh ini masih aman. Saya juga sudah melapor ke Kepala Polri mengenai ancaman itu,” katanya.

Yunus menambahkan, PPATK berkomitmen bekerja secara independen. KPK pun diharapkan proaktif. (sut/aik/tra)

Sumber: Kompas, 27 Oktober 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan