Ada Tim Lagi di Kejaksaan
Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh memiliki hampir semua hal untuk memberantas korupsi.
Dia dikenal bersih dan jujur--modal penting untuk penegak hukum di sini. Dukungan penuh didapatnya dari Presiden RI, yang telah membentuk beberapa tim antikorupsi. Suasana negeri ikut mendukungnya. Masyarakat semakin muak dengan trik-trik busuk koruptor, yang enak-enak saja menelan miliaran uang negara, sedangkan hidup rakyat semakin berat didera kenaikan harga-harga.
Maka terbentuknya tim ahli yang dilansir kejaksaan kemarin--yang sebenarnya merupakan penyegaran dari tim tenaga ahli yang dibentuk Jaksa Agung pada Januari lalu--diharapkan menambah daya dobrak kejaksaan.
Benar, terasa ada yang berubah di kejaksaan. Hampir setiap hari ada orang besar yang diperiksa berjam-jam, entah sebagai saksi entah tersangka. Tapi hanya sedikit dari yang diperiksa itu dibawa ke pengadilan. Ketimpangan antara jumlah yang diperiksa dan yang dibawa ke meja hijau ini gampang menerbitkan kecurigaan terjadinya pengaturan yang tak terpuji di sana.
Artinya, Jaksa Agung memang memerlukan bantuan orang luar untuk memacu kecepatan kerja anak buahnya. Kecepatan kerja ini, dikhawatirkan, bisa disetel sesuai dengan kehendak pihak yang sedang diperiksa, kalau bukan disetel untuk menentukan hasil akhir pemeriksaan. Keluarnya surat perintah penghentian penyidikan alias SP3 di masa-masa yang lalu patut diduga berkaitan dengan pengaturan hasil akhir secara tercela itu.
Peninjauan kembali 30 kasus yang di-SP3-kan oleh tim ahli--yang terdiri atas 13 orang pakar hukum--merupakan tindakan yang benar. Stempel SP3 bukan harga mati bahwa kasus itu tak bisa dibuka kembali. Bila ditemukan bukti baru, keadaan baru, bahkan pendapat hukum baru tentang kasus yang di-SP3-kan, Jaksa Agung bisa membuka kembali kasus tersebut. Kelihatan jelas, terobosan hukum baru untuk membuka kembali kasus SP3 tidak terlalu bisa diharapkan datang dari dalam kejaksaan.
Karena itu, Jaksa Agung perlu second opinion dari tim ahli dari luar, yang tentu lebih independen dalam memberikan argumentasi dan lebih berjarak dengan mereka yang diperiksa.
Perlu disadari, betapapun cemerlangnya pendapat hukum para ahli, yang akan bergerak menindaklanjutinya di lapangan adalah orang-orang dalam kejaksaan sendiri. Dalam konteks ini, kejaksaan memerlukan lebih banyak aparat bersemangat seperti Hendarman Supandji. Selebihnya, aparat kejaksaan perlu berbesar hati menjadikan diri sebagai obyek Tim Pembaruan Kejaksaan Agung--yang dibentuk Jaksa Agung pada Januari lalu.
Tim ahli perlu, tapi kesungguhan--dan keberanian--Kejaksaan Agung, terutama Jaksa Agung, jauh lebih penting dalam memberantas korupsi.
Tulisan ini merupakan tajuk rencana Koran Tempo, 14 Juli 2005