Ada Ketidakjujuran Pelaporan Dana Kampanye [05/06/04]

Transparency International Indonesia melihat ada ketidakjujuran sebagian calon presiden dan calon wakil presiden dalam melaporkan dana kampanye ke Komisi Pemilihan Umum. Menurut Sekretaris Jenderal Transparency Emmy Hafild, dana yang digunakan pasangan capres untuk beriklan di media massa melebihi dana kampanye yang dilaporkan ke KPU. Kami memantau berapa kali (beriklan) dalam sehari, berapa biayanya per detik dan di stasiun televisi mana, kata dia kemarin.

Emmy mencontohkan penggunaan dana iklan yang sudah dikeluarkan pasangan Yudhoyono-Kalla. Menurut dia, selama periode 1-29 Mei, pasangan ini sudah menghabiskan dana Rp 5 miliar untuk beriklan di media massa. Padahal, paparnya, saldo awal dana kampanye yang dilaporkan ke KPU hanya Rp 1,5 miliar.

Pada periode yang sama, Transparency memperkirakan dana yang sudah dikeluarkan pasangan Wiranto-Salahuddin untuk beriklan sebesar Rp 2 miliar. Belum lagi rencana mereka untuk mendirikan 11 ribu Warung Wiranto, ujar Emmy. Jika per warung menelan biaya rata-rata Rp 2 juta, dia menjelaskan, maka pasangan itu memerlukan dana Rp 22 miliar.

Selain itu, Transparency juga mempertanyakan tidak disebutkannya nama penyumbang dana kampanye Wiranto-Salahuddin. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden, nama penyumbang di atas Rp 5 juta harus menyebutkan identitas. Kami berharap Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan koordinasi dengan KPU soal dana kampanye itu, kata Emmy.

Tudingan Transparency dibantah tim kampanye Wiranto-Salahuddin dan Yudhoyono-Kalla. Menurut Karna B. Lesmana dari tim kampanye Wiranto, pihaknya tidak mengeluarkan dana melebihi apa yang sudah dilaporkan ke KPU. Kalau rencana mendirikan warteg, itu bukan dari kami, tapi swadaya masyarakat, ujarnya kemarin.

Sementara itu, Max Sopacua dari tim kampanye Yudhoyono-Kalla mempertanyakan cara perhitungan Transparency. Bagaimana mereka menghitung pengeluaran iklan kami? Kan tidak selalu harus membayar spot iklan dengan harga komersial, katanya. Max menduga apa yang disampaikan Transparency merupakan bagian dari upaya kampanye negatif buat Yudhoyono-Kalla. Menurut dia, selama ini pihaknya berusaha mengikuti semua aturan yang dibuat KPU.

Dari hasil laporan yang masuk ke KPU, dana kampanye pasangan Hamzah Haz-Agum Gumelar paling kecil, yakni Rp 1 miliar. Dana itu dilaporkan diperoleh dari sumbangan 10 orang, di antaranya Hamzah Haz, Agum Gumelar, Aliwarman Hanan, dan Yunus Yosfiah, yang masing-masing menyumbang Rp 100 juta--batas maksimal yang diperbolehkan bagi perorangan untuk menyumbang.

Sementara itu, pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi melaporkan dana awal kampanye sebesar Rp 2,6 miliar. Dana tersebut tidak diperinci dari mana saja asalnya, hanya disebutkan bersumber dari kas Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan. Pasangan Amien Rais-Siswono Yudhohusodo melaporkan dana awal pemasukan sebesar Rp 3,022 miliar dan sudah digunakan Rp 1,77 miliar. Nama-nama penyumbang untuk pasangan ini di antaranya Drajad Wibowo, Zulkifli, Hermansyah, dan Ratih Gondokusumo, masing-masing menyumbang Rp 100 juta. Tercatat juga penyumbang dengan atas nama Setoran Tunai Sesuai Janji sebesar Rp 1 juta.

Pasangan Wiranto-Salahuddin yang menyerahkan rekening ke KPU tertanggal 25 Mei tidak memerinci siapa saja penyumbangnya. Laporan yang disebut saldo per 24 April sebesar Rp 3,75 miliar itu hanya disebutkan berasal dari setoran bendahara. Sedangkan dana pasangan Yudhoyono-Kalla didapat antara lain dari PT Bukaka Teknik Utama Rp 500 juta, PT Hadji Kalla Rp 500 juta, Suhaeli Rp 100 juta, Gatot Soewondo Rp 100 juta, dan masyarakat pendukung sebesar Rp 300 juta. johan budi sp/lis y/tito

Sumber: Koran tempo, 5 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan