Ada Capres Belum Serahkan Rekening[01/06/04]
KPU juga belum menerima tembusan surat cuti dan nonaktif pejabat negara yang berkampanye. Masa kampanye pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) dimulai Selasa (1/6) ini. Dari lima pasangan capres/cawapres, masih ada yang belum menyerahkan rekening dana kampanye kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Padahal, batas akhir penyerahan rekening dana kampanye adalah Sabtu (29/5) lalu.
''Sudah ada yang menyerahkan, tapi belum semua,'' kata Wakil Ketua KPU, Ramlan Surbakti, Senin (31/5) kemarin. Sebelum berkampanye, kata dia, semua kandidat harus menyerahkan nomor rekening, nama bank rekening itu, saldo awal, dan jumlah sumbangan. Hanya, Ramlan tidak merinci siapa saja yang belum dan sudah menyerahkan. Menurut rencana, hari ini KPU akan mengumumkan kandidat yang sudah dan belum menyerahkan rekening dana kampanyenya. Ramlan mengakui tidak ada sanksi dari KPU bila kandidat tidak menyerahkan rekening dana kampanye. '
'Tapi, kalau tidak menyerahkan kita bisa langsung umumkan ke publik untuk dinilai,'' tandasnya. Anggota KPU, Hamid Awaluddin, juga belum bisa memastikan ada tidaknya pasangan capres yang belum menyerahkan rekening dana kampanye. Pasalnya, kata Hamid, terkadang ada yang langsung menyerahkan kepada anggota KPU atau menyerahkan lewat administrasi KPU. Kata Hamid, saat penyerahan rekening dana kampanye partai politik (parpol) peserta pemilu legislatif, ada pimpinan parpol yang langsung menyerahkan ke tangan anggota KPU. Selain itu, kata Hamid, bisa jadi ada yang menyerahkan rekening itu lewat administrasi KPU dan sudah sampai di tangan Ketua KPU, Nazaruddin Sjamsuddin.
Selain rekening, tembusan cuti pejabat negara yang menjadi juru kampanye dan tembusan nonaktif pejabat negara yang jadi anggota tim kampanye, juga belum dikirimkan Sekretariat Negara (Setneg) ke KPU. Anggota KPU, Anas Urbaningrum, mengatakan konsekuensi dari tidak adanya pemberitahuan tersebut cukup berat bagi pejabat itu. Anas menegaskan tidak boleh ada pejabat negara yang berkampanye kalau tidak menyampaikan tembusan cuti dan nonaktif ke KPU. Menurut dia, KPU akan menghentikan kampanye pejabat negara seperti presiden, wapres, menteri, gubernur, wagub, bupati, wakil bupati, dan wali kota, bila tak memberi tahu KPU. Anas juga mengatakan tim kampanye capres/cawapres di tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota harus didaftarkan.
Bila di suatu daerah tim kampanye capres/cawapres tidak terdaftar, Anas mengatakan tim kampanye tersebut tidak bisa berkampanye. KPU menetapkan pendaftaran tim kampanye di tingkat pusat tiga hari setelah penetapan capres/cawapres atau pada 24 Mei. Untuk pendaftaran tim kampanye tingkat provinsi dan kabupaten/kota empat hari setelah penetapan atau pada 25 Mei. Selain itu, KPU juga memperpanjang masa pendaftaran bagi pemantau pemilu hingga 15 Juni 2004. Pendaftaran pemantau pemilu capres dan cawapres sebelumnya dibuka sejak 30 April hingga 28 Mei 2004. Perpanjangan masa pendaftaran itu dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada lembaga pemantau nasional maupun asing yang belum terdaftar.
Contoh
Terkait dengan kampanye para capres/cawapres, Hamid mengharapkan agar kampanye pilpres yang baru pertama kali digelar di Tanah Air ini, bisa berlangsung aman, bersih, dan damai. KPU, kata Hamid, berharap kesadaran capres/cawapres, tim kampanye, dan para pendukungnya, agar menjadi pionir dan peletak dasar kampanye aman, bersih, dan damai dalam sejarah pilpres di Indonesia. Dengan menjadi pionir dan peletak dasar kampanye yang baik itu, Hamid mengatakan lima pasang capres/cawapres akan dikenang dalam sejarah, meskipun kalah dalam pilpres.
''Sebab, ironis kalau mereka nanti sudah kalah, sejarah juga mencatat cacat mereka,'' pesannya. Pada kampanye yang akan berakhir 1 Juli mendatang itu diawali dengan karnaval mobil hias, penandatanganan prasasti berjudul 'Siap Menang, Siap Kalah' oleh para capres/cawapres, foto bersama capres/capwapres, dan doa bersama. ''Kita ingin memberi pesan bahwa para elite mengawali kampanye dengan kebersamaan. Kita harap pendukungnya mengikutinya,'' kata Hamid menegaskan.
Sumber: Republika, 01 Juni 2004