Achmad Ali Tetap Ikut Seleksi Hakim Agung

Komnas HAM tak bisa menghentikan penyidikan.

Komisi Yudisial tak mempermasalahkan status tersangka Achmad Ali dalam seleksi calon hakim agung. Koordinator Bidang Pengawasan Kehormatan dan Keluhuran Martabat dan Perilaku Hakim Irawadi Joenoes mengatakan tak ada ketentuan yang melarang tersangka ikut seleksi.

Yang tak diperbolehkan itu jika seseorang pernah dipidana dengan kekuatan hukum yang tetap, ujar Irawadi di kantornya kemarin. Menurut dia, dengan menjadi tersangka, itu bukan berarti seseorang telah bersalah.

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menetapkan Achmad Ali sebagai tersangka kasus korupsi yang merugikan negara Rp 250 juta pada 21 September lalu. Guru besar ilmu hukum dan bekas Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, ini diduga melakukan korupsi dalam pengelolaan Sumbangan Pelaksanaan Pendidikan Program Pascasarjana Nonreguler Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan penerbitan surat perintah perjalanan dinas di fakultas hukum pada 1999-2001 yang tak sesuai dengan ketentuan.

Kemarin, Achmad Ali mengadukan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Menurut dia, penetapan status tersangka itu melanggar hak asasinya untuk mendapat perlindungan dan perlakuan yang sama di depan hukum. Saya tidak pernah diminta memberikan keterangan atau klarifikasi sebelum dijadikan tersangka, katanya dalam keterangan pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, kemarin. Ia didampingi pengacaranya, Amirullah Tahir.

Bendahara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Alimuddin Karim ikut mengadu. Dia mengaku pernah dipaksa dan diancam akan ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan jika tak mengakui tindakan yang dituduhkan. Pengaduan dilakukan oleh Said Nizar, Wakil Ketua Subkomisi Hak-hak Sipil dan Politik Komnas HAM.

Mengenakan jas abu-abu, Achmad Ali mengatakan tuduhan kejaksaan tak beralasan. Dia menjelaskan, pada 1999-2001, ia dekan fakultas hukum yang membawahkan mahasiswa program S-1, tak pernah menjadi ketua program pascasarjana fakultas hukum. Tuduhan itu mengada-ada dan sangat dipaksakan, ujarnya. Mengenai surat perintah perjalanan dinas, menurut Achmad Ali, itu sengaja diterbitkan untuk menambah pengetahuan bagi para dosen agar dapat mencerdaskan mahasiswanya.

Amirullah mengatakan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan telah bertindak sewenang-wenang. Mestinya penyelidik memberi kliennya kesempatan memberikan keterangan sebelum menetapkan dia sebagai tersangka. Kejaksaan telah merenggut hak klien kami, ucapnya.

Menurut Said Nizar, Komnas HAM mempelajari pengaduan Achmad Ali dan Alimuddin Karim. Ia mengingatkan, komisinya tak berwenang menghentikan penyidikan. Kami hanya bisa melakukan penilaian apakah ada pelanggaran hak asasi dalam penyidikan, katanya. AGOENG WIJAYA

Sumber: Koran tempo, 28 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan