Achmad Ali Dinilai Tak Bisa Jadi Hakim Agung
Pengamat antikorupsi Teten Masduki menilai Komisi Yudisial dan Dewan Perwakilan Rakyat harus menghentikan proses seleksi hakim agung terhadap Achmad Ali, dosen Universitas Hasanuddin yang menjadi tersangka korupsi penerimaan negara bukan pajak Rp 250 juta dari dana program pascasarjana. Jangan sampai terpilih menjadi hakim agung, katanya di Jakarta kemarin.
Teten menjelaskan penahanan Ali berindikasi politis, tapi status tersangka kasus korupsi merupakan hal yang memberatkan. Walau baru indikasi, bisa jadi preseden buruk (penegakan hukum) di Indonesia, katanya.
Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas menegaskan pencopotan Ali dari pencalonan itu merupakan wewenang Komisi Hukum DPR. Maka kami menyerahkannya kepada DPR, ujarnya.
Adapun Komisi Hukum DPR menunggu tindak lanjut Komisi Yudisial. Apakah Komisi Yudisial tetap mencalonkan Ahmad Ali atau tidak, kata Wakil Ketua Komisi Hukum Muzzammil Yusuf. Menurut politikus dari Partai Keadilan Sejahtera ini, Ahmad Ali harus bebas dari berbagai isu miring, termasuk beretika dalam masalah keuangan.
Seperti diberitakan, Kejaksaan Negeri Makassar menahan Achmad Ali. Calon hakim agung yang guru besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, itu diduga melakukan korupsi dana program pascasarjana senilai Rp 250 juta. Ia ditahan di Rumah Tahanan Gunungsari, Makassar.
Achmad Ali kemarin mengajukan praperadilan terkait dengan penahanan dirinya oleh Kejaksaan Negeri Makassar. Guru besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu menilai prosedur penahanannya tak sesuai dengan peraturan. Alasan jaksa menahannya tidak logis, kata kuasa hukum Achmad Ali, Nico Simen.
Menurut Nico, kejaksaan menahan Achmad Ali dengan alasan khawatir melarikan diri, melakukan penghilangan barang bukti, dan mengulangi tindak pidana. Ia menambahkan, Ali tak mungkin melarikan diri karena ia pegawai negeri sipil yang punya tugas negara--anggota Komisi Kebenaran dan Persahabatan Indonesia-Timor Leste.
Ali dinilai tak bisa menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana. Alasannya, semua bukti telah disita kejaksaan. Adapun saat ini Ali bukan Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. TITO SIANIPAR | RINI KUSTIANI | ERWIN D | EKO ARI
Sumber: Koran Tempo, 9 Mei 2007
-----------
Profesor Ahmad Ali Hanya Ditemani Selembar Tikar
Tidak ada perlakuan istimewa bagi Prof Dr Ahmad Ali sebagai tahanan. Guru besar hukum pidana Universitas Hasanuddin (Unhas) itu akan mendapatkan perlakuan yang sama dengan tahanan lain.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Gunung Sari, Makassar, Imam Suyudi mengatakan, Prof AA -panggilan Ahmad Ali- hanya mendapatkan fasilitas berupa tikar. Tidak ada perlakuan istimewa. Dia menghuni blok tahanan A1, blok untuk semua kasus. Semua tahanan di sini hanya disediakan tikar dan alat makan, kata Kalapas Imam kepada wartawan setelah mengantar mantan Wali Kota Makassar Amiruddin Maula yang datang membesuk Ahmad Ali kemarin.
Ahmad Ali bersama mantan Bendahara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Alimuddin Karim menjadi tersangka kasus korupsi dana program Pascasarjana Unhas Rp 250 juta. Pada Senin (7/05), Ahmad Ali dijebloskan ke tahanan oleh penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar.
Imam mengatakan, fasilitas untuk Ahmad Ali bisa ditambah jika keluarganya membawakan kasur atau bantal. Tapi, penambahan itu diperbolehkan setelah melalui pemeriksaan, sambung Imam.
Selain menerima kunjungan mantan wali kota Makassar, Wakil Gubernur yang juga calon gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo tampak mengunjungi anggota Komnas HAM itu. Tampak juga Asisten II Pemprov Sulsel H Amiruddin Maula, Rektor Universitas Hasanuddin Prof Dr Idrus Paturusi, Ketua PDK Makassar Adil Patu, dan sejumlah penasihat hukum Ahmad Ali.
Pertemuan Ahmad Ali dengan sejumlah orang penting di Sulsel itu berlangsung sekitar satu jam di ruang kerja kepala Lapas Kelas I Makassar. Saat menerima tamu-tamunya, tutur Imam, Ahmad Ali mengenakan batik, celana kain, dan peci berukir.
Usai menjenguk, Rektor Unhas Prof Idrus membeberkan kondisi Ahmad Ali. Saya melihat beliau (Prof AA, Red) tegar. Kalau raut wajahnya sedih, memang ada. Tapi, itu tak terlalu kentara. Prof AA cukup tegar menghadapi ini semua, jelas Idrus.
Mengenai sikap Unhas, Idrus menyatakan telah melayangkan surat kepada Kejari Makassar. Isinya meminta keringanan atas penahanan Ahmad Ali. Alasannya, Ahmad Ali merupakan figur yang sangat dibutuhkan secara akademis di Unhas, khususnya di fakultas hukum.
Sebagai kepala institusi di Unhas, saya telah mengirimkan surat. Ini demi kepentingan akdemik. Kami meminta Prof AA dilakukan pengalihan tahanan rutan menjadi tahanan kota agar bisa kembali mengajar sambil menyelesaikan persoalan hukumnya, kata Idrus.
Idrus sangat mengharapkan pihak kejaksaan mengabulkan permintaannya itu. Inti permohonan kami hanya meminta pertimbangan. Kami tak mau mencampuri urusan proses hukumnya. Tapi, ini demi kepentingan akademik di Unhas, kata Idrus. (sul/syn/jpnn)
Sumber: Jawa Pos, 9 Mei 2007