Abdullah Puteh Dituntut Hukuman 8 Tahun Penjara

Abdullah Puteh dituntut hukuman delapan tahun penjara, denda Rp500 juta, serta membayar uang pengganti Rp10,87 miliar, kemarin. Tetapi, Gubernur (nonaktif) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) itu menilai jaksa penuntut umum tidak mengetahui kondisi Aceh.

Dalam tuntutannya, tim penuntut umum yang dipimpin Jaksa Khaidir Ramli menilai Puteh terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pembelian helikopter Mi-2 oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh.

Perbuatan terdakwa itu diancam pidana sesuai pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 huruf a dan b, ayat 2 dan 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang perbuatan korupsi, jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 jo pasal 55 ayat 1 ke-1, jo pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer.

Selain pidana penjara, terdakwa juga dituntut membayar denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Serta membayar uang pengganti paling lama sebulan setelah perkara ini memperoleh kekuatan hukum tetap. Bila uang pengganti tak dibayar maka dipidana selama satu tahun, kata Khaidir dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Gedung Uppindo, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, kemarin.

Hal yang memberatkan antara lain, terdakwa melakukan korupsi di daerah yang sedang dilanda konflik, dan dilakukan saat pemerintah sedang gencar memberantas korupsi. Terdakwa dinilai merusak citra birokrasi. Selain itu, pembelian heli sama sekali tidak bermanfaat bagi kepentingan umum dan masyarakat di Aceh.

Yang meringankan antara lain, terdakwa sudah lama mengabdi sebagai pegawai negeri sipil, sejak 1967, belum pernah dihukum, dan mempunyai tanggungan keluarga.

Bagi Puteh, penuntut umum tak mengetahui kondisi Aceh saat itu. Selain itu, banyak fakta hukum yang terungkap di persidangan disembunyikan jaksa. Fakta yang diambil hanya yang menguntungkan jaksa.

Puteh juga menilai penuntut umum tidak mengerti sistem mengadakan kerja sama antara pemerintah dan swasta asing. Penuntut umum, sambungnya, juga tidak bisa membedakan antara uang pemerintah provinsi dan uang pemerintah kabupaten. Ia menunjuk pandangan jaksa yang mengatakan Pemprov Aceh mengeluarkan Rp13,1 miliar untuk pembelian helikopter. Padahal, dari dana itu sebanyak Rp9,1 miliar berasal dari APBD 13 kabupaten di Aceh. Dana Rp9,1 miliar dari sharing 13 kabupaten, masing-masing Rp700 juta untuk membeli pesawat itu. Dana itu, kata dia, sudah masuk ke kas daerah kabupaten yang kemudian dikeluarkan untuk membantu pembelian helikopter dan sudah disetujui DPRD setempat.

Pernyataan senada juga diungkapkan penasihat hukum Puteh, OC Kaligis, dan Juan Felix Tampubolon. Menurut Kaligis, banyak fakta di persidangan yang berlawanan dengan tuntutan jaksa. Banyak kebohongan diajukan jaksa dalam tuntutannya.

Selain itu, tuntutan jaksa juga tidak konsisten dan banyak memanipulasi fakta. Dalam penyidikan, Puteh didakwa melakukan mark up (menggelembungkan) dana Rp4 miliar dan tidak terbukti. Lalu jaksa mengalihkan dakwaannya tentang pelanggaran prosedur pengadaan heli.

Juan menambahkan, tuntutan jaksa yang menyatakan Puteh melakukan tindak pidana korupsi merugikan keuangan negara dan memperkaya diri sendiri tidak terbukti. Tidak ada bukti negara dirugikan.

Majelis hakim yang dipimpin oleh Kresna Menon akan melanjutkan persidangan Senin, 14 Maret 2005. (Sdk/J-1).

Sumber: Media Indonesia, 8 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan