Abdullah Puteh Dicekal (3 Juli 2004)
JAKARTA (Media): Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah memerintahkan Dirjen Imigrasi Depkeh dan HAM untuk melarang ke luar negeri (cekal) terhadap Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh. Komisi akan memeriksa Puteh sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan helikopter MI-2, Selasa mendatang.
Demikian kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi --biasa disingkat KPK-- Tumpak Hatorangan Panggabean, ketika menyampaikan Progress Report Kerja KPK di Jakarta, kemarin.
Surat perintah pencegahan ke luar negeri sudah ditandatangani pimpinan KPK tadi malam (1 Juni), kata Tumpak.
Sehari sebelumnya, KPK mengeluarkan perintah cekal terhadap Presdir PT Putra Pobiagan Mandiri, Bram HD Manoppo, mitra Puteh dalam pengadaan helikopter MI-2 buatan Rusia senilai Rp12 miliar itu.
Tumpak menjelaskan, kebijakan mencekal Manoppo yang dikeluarkan lebih dulu, meski yang bersangkutan masih dalam tahap penyelidikan, adalah karena penyidik khawatir dia lari ke luar negeri.
Setelah itu, penyidik baru mempertimbangkan bahwa Puteh juga harus dicekal. Ini subjektivitas penyidik, tambah Tumpak.
Lebih lanjut, Tumpak mengatakan KPK juga akan mempertimbangkan untuk memblokir rekening Puteh dan Manoppo. Semua kewenangan dalam Pasal 12 UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi akan digunakan. Tapi kita belum tahu rekeningnya di mana saja, katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Puteh, OC Kaligis, menyatakan penetapan kliennya sebagai tersangka oleh KPK sebagai keputusan yang prematur. Penetapan status klien kami dari saksi menjadi tersangka oleh KPK tidak melalui prosedur yang sah. Dalam hal ini, KPK tidak transparan dan jelas membohongi publik, kata Kaligis di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, selain tidak transparan, proses penyidikan KPK terhadap Puteh juga dinilai terburu-buru. Bahkan, Kaligis mempertanyakan soal undangan pemeriksaan terhadap Puteh yang bersifat rahasia pada 6 dan 10 Juni lalu tetapi kenyataannya diumumkan di media massa. Ini jelas- jelas melanggar hukum acara. Dalam surat undangan itu tercantum bahwa pemeriksaan bersifat rahasia, jelasnya.
Ditanya apa pihaknya akan mengajukan praperadilan terhadap KPK, Kaligis menjawab, Rencana itu memang ada, tetapi kami masih harus mempersiapkan berbagai langkah proses hukum lainnya.
Dijelaskan Kaligis, penyidikan yang dilakukan KPK baru dapat dikualifikasikan secara sah apabila pengadilan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 53 dan Pasal 54 UU No 30/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah terbentuk.
Di Banda Aceh, Abdullah Puteh menyatakan dirinya telah menerima surat panggilan dari KPK untuk pemeriksaan sebagai tersangka pada 6 Juli mendatang.
Saya sudah menerima surat panggilan KPK tersebut, katanya singkat menjawab pertanyaan wartawan usai salat Jumat di Masjid Istiqamah Blower, Banda Aceh, kemarin. Dalam salat Jumat tersebut, Puteh bertindak sebagai khatib.
Puteh juga menyatakan siap memenuhi panggilan tersebut. Ketika ditanya mengenai statusnya menjadi tersangka apakah akan mengganggu kinerjanya selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah, Puteh mengatakan, Kalau itu saya tidak bisa menjawab.
DPRD menunggu
Sementara itu, kalangan DPRD Aceh masih belum bisa menentukan sikap terhadap kebijakan yang akan diambil, sehubungan dengan ditetapkannya Puteh sebagai tersangka.
Ketua DPRD Aceh Muhammad Yus menyatakan Dewan masih menunggu surat Mendagri Hari Sabarno menyangkut persoalan tersebut. Kita masih menunggu surat Mendagri terlebih dulu sebelum menentukan sikap, Muhammad Yus, kemarin.
Menurutnya, dugaan kerlibatan Gubernur Puteh dalam pembelian helikopter buatan Rusia itu hanyalah sebatas isu di media massa saja. DPRD Aceh sejauh ini belum menerima surat resmi dari pihak berwenang mengenai masalah tersebut. Karena masih sebatas isu, maka hal itu belum dapat dijadikan patokan atau pegangan. Itu sebabnya, DPRD Aceh masih menunggu surat resmi Mendagri menyangkut persoalan yang dihadapi Penguasa Darurat Sipil Daerah itu, ujarnya.
Fraksi Golkar dan PPP DPRD Aceh juga masih menunggu proses hukum lanjutan terhadap Puteh. Karena itu, dua fraksi terbesar di DPRD Aceh itu masih belum dapat menentukan sikap untuk menentukan status Puteh, apakah dinonaktifkan atau tidak. (Opi/Sur/HP/X-7)