Abdul Waris Dituntut Lima Tahun Penjara

Abdul Waris Halid, 31, terdakwa penyelundupan 73 ribu ton gula ilegal dituntut lima tahun penjara. Kepala Divisi Perdagangan Umum Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) itu terbukti memalsukan surat kepabeanan.

Demikian tuntutan Jaksa Susanto yang dibacakan pada persidangan pelanggaran kepabeanan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, kemarin.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Sarehwiyono, jaksa juga menuntut Abdul Waris, denda sebesar Rp250 juta subsider enam bulan penjara.

Dalam nota tuntutannya, jaksa menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 103 huruf a UU No 10 Tahun 1995 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

''Terdakwa telah terbukti menyerahkan pemberitahuan pabean atau dokumen atau memberikan keterangan lisan atau tulisan yang palsu atau dipalsukan yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban pabean,'' kata Susanto yang didampingi jaksa Supardi.

Susanto mengatakan, terdakwa telah memalsukan surat Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Deperindag No 213/Daglu/V/2004 tanggal 3 Mei 2004. Dia memperpanjang masa berlaku surat Dirjen Daglu Nomor 254/Daglu/II/2004 tertanggal 9 Februari 2004. Melalui surat itu dia memperpanjang batas waktu importasi gula kristal putih dari tanggal 31 April 2004 menjadi tanggal 31 Mei 2004.

Dengan adanya dokumen ini, terjadilah kerja sama impor gula ilegal antara Inkud. Sehingga, seolah-olah Inkud mendapatkan surat kuasa dari PTPN X dengan PT Phoenix Commodities untuk mengimpor gula pasir dari Thailand.

Padahal saat itu, PTPN X tidak lagi melakukan kerja sama impor dengan INKUD, karena batas waktu yang diizinkan telah habis pada tanggal 30 April 2004.

Jaksa menjelaskan, berdasarkan keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti di persidangan, terdakwa memalsukan tanda tangan, setelah bekerja sama dengan tersangka Jack Tanim dan Andi Bahdar Saleh. Kedua tersangka itu, kini masih dalam pencarian pihak kepolisian.

Kedua tersangka itu bertugas menyerahkan surat-surat eigen losing dan izin lembur impor gula kepada Efendi Kemek. ''Meskipun terdakwa tidak berhubungan dengan Effendi Kemek, tetapi kesadaran melakukan kejahatan diwujudkan oleh Jack Tanim dan Andi Bahdar Saleh, kata jaksa.

Dalam pertimbangan hukumnya, hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara dan terdakwa tidak mengaku bersalah. Sedangkan hal-hal yang meringankan, terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya.

Dalam persidangan ini, jaksa menyita stempel surat atas nama Perkebunan Nusantara X, stempel tanda tangan serta dua lembar blangko surat PT Perkebunan Nusantara X.

Selain itu jaksa juga menyita sembilan lembar tembusan permohonan eigen lossing dan izin lembur juga disita. Bukan hanya itu jaksa juga menyita uang hasil lelang 56 ribu ton gula ilegal sebesar Rp116,82 miliar dan penambahan uang hasil lelang sebesar Rp56,2 miliar.

Terdakwa yang mengenakan kemeja lengan panjang merah muda ini terlihat saksama mendengarkan tuntutan yang dibacakan jaksa secara bergantian.

Setelah jaksa selesai membacakan tuntutannya, Abdul Waris terlihat lemas duduk di kursi pesakitan. Ia tidak bisa berkata sepatah pun, ketika Sarehwiyono menanyakan tanggapan atas tuntutan jaksa.

Sidang yang dimulai pukul 14.00 WIB ini berakhir pukul 15.00 WIB. Majelis hakim kemudian menetapkan sidang akan dilanjutkan Selasa (22/3), dengan agenda pembacaan pleidoi atau keberatan dari penasihat hukum terdakwa dan terdakwa.

Sementara itu, Jhon H Waliry, penasihat hukum terdakwa mengatakan tuntutan jaksa tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan. ''Semuanya rekayasa, di dalam persidangan tidak ada saksi yang mengatakan terdakwa yang mengurus surat-surat itu. Ini semua hanya asumsi jaksa sendiri,'' kata Jhon kepada wartawan, usai persidangan.

Farida Sulistiani, yang juga kuasa hukum terdakwa menambahkan, jaksa tidak pernah menunjukkan barang bukti berupa dokumen yang dipalsukan. ''Jaksa tidak bisa membuktikan pemalsuan itu dilakukan oleh siapa dan bagaimana pemalsuan itu bisa terjadi. Jadi, kenapa Abdul Waris yang harus bertanggung jawab?'' katanya.

Selain itu, penasihat hukum terdakwa juga mempermasalahkan penambahan uang hasil lelang sebesar Rp56 miliar. ''Dalam pembacaan tuntutan, ada hasil lelang sebesar Rp116 miliar. Kenapa ada penambahan Rp56 miliar? Berarti pelelangannya tidak sah,'' kata Farida. (Ray/J-5)

Sumber: Media Indonesia, 9 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan