Abdul Rahman Sering Terima Pengaduan Jaksa Minta Uang

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengaku hampir setiap hari dirinya menerima pengaduan adanya jaksa yang meminta uang kepada mereka yang terlibat masalah hukum. Jaksa semacam ini, katanya, akan ditindak tanpa pandang bulu.

Demikian diungkapkan Jaksa Agung, ketika berbicara dalam sebuah seminar yang berlangsung di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis (24/3). ''Hampir setiap hari saya menerima pengaduan itu, ada yang jumlah (uang)-nya besar ada pula yang kecil,'' ujarnya.

Meski dirinya telah bertekad untuk menindak tegas segala bentuk penyelewengan jaksa, Abdul Rahman yang belum lama ini berseteru dengan DPR karena masalah 'Ustaz di Kampung Maling', menyadari bahwa hal itu bukanlah perkara mudah.

Ia berpendapat kasus seperti itu menimpa hampir seluruh jajaran birokrasi di Indonesia. ''Karena alasan gaji yang kurang, terus menjadi kebiasaan. Akhirnya, menjadi kekurangajaran,'' tandasnya.

Atas dasar itu juga, lanjut Abdul Rahman, UU menyebutkan perlunya dibentuk Komisi Kejaksaan (KK), yang salah satu tujuannya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kejaksaan. Untuk itu, dia meminta masyarakat dan pers untuk ikut memantau efektivitas KK jika nanti sudah terbentuk.

Menurut Jaksa Agung, KK harus sudah terbentuk pada Mei mendatang dan peraturan presiden (perpres) pembentukannya sudah disiapkan.

Sebenarnya, sambung dia, UU tidak mengharuskan untuk membentuk KK. Sebab, tegasnya, bahasa dalam UU adalah 'dapat membentuk'. Namun, demi perbaikan, Jaksa Agung mengatakan bahwa pihaknya lebih memilih untuk membentuk KK.

Diungkapkannya, anggota KK akan terdiri dari praktisi hukum, akademisi, dan unsur LSM. Keterlibatan orang luar kejaksaan dalam komisi itu, lanjutnya, dimaksudkan untuk lebih menjamin objektivitas KK dalam menjalankan tugasnya. ''Komisi ini memiliki fungsi antara lain supervisi pada jaksa dan karyawan kejaksaan.''

Tidak efektif
Dalam kesempatan yang sama, pengajar Fakultas Hukum UGM Denny Indrayana mengatakan, banyak permasalahan yang berpotensi menjadikan KK tidak bisa bekerja secara efektif.

Meski demikian, lanjutnya, pembentukan komisi yang sebenarnya oleh UU tidak diwajibkan itu patut mendapat dukungan. ''Namun pula, tetap saja KK ke depan harus lebih dijaga dan dimaksimalkan perannya,'' ujar Denny.

Ditambahkannya, pengaturan KK harus diupayakan untuk setara dengan institusi kejaksaan yang diawasinya. Menurut Denny, pengaturannya tidak harus dalam UU tersendiri, karena bisa saja dijadikan satu dalam UU Kejaksaan. Denny mengingatkan, perpres merupakan produk hukum terlemah bagi terbentuknya sebuah komisi negara.

''Deretan kata 'presiden dapat membentuk komisi untuk meningkatkan kualitas kerja kejaksaan' memberikan indikasi kuat bahwa eksistensi Komisi Kejaksaan hanyalah fakultatif,'' paparnya.(AU/P-6).

Sumber:Media Indonesia, 26 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan