87% Kasus 'Illegal Logging' di Papua Dinyatakan Lengkap

Sebanyak 49 kasus kayu ilegal (illegal logging) dari 58 kasus yang terjaring Satuan Tugas (Satgas) Penyidikan Operasi Hutan Lestari II-2005 telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Jayapura. Dengan demikian, proses pengadilan bisa segera dimulai.

Sampai saat ini sudah berhasil menyelesaikan 87% kasus yang kita tangani. Proses selanjutnya di pengadilan, kata Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Aryanto Boedihardjo ketika dikonfirmasi Media di Jakarta, kemarin.

Operasi Hutan Lestari (OHL) II-2005 dimulai 5 Maret 2005 dan berakhir 5 Mei 2005. Namun, penyidikan operasi yang melibatkan berbagai instansi --Polri, TNI, Dephut, Imigrasi dan Kejaksaan-- diperpanjang hingga 5 Juni lalu. Proses penyidikan ini dipimpin Direktur V Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polri Brigjen Suharto.

Aryanto mengungkapkan, sebenarnya kasus yang ditangani tim OHL II-2005 mencapai 95 perkara dengan 185 tersangka. Namun, dari jumlah kasus tersebut, baru 58 kasus yang mendapat lampu hijau dari Kejati Jayapura untuk disidik dengan dikeluarkannya surat perintah dimulainya penyidikan.

Nah dari 58 kasus, 49 kasus dinilai pihak kejaksaan sudah lengkap, dalam artian penyidikannya sudah selesai. Polisi kini memfokuskan kasus yang penyidikannya belum selesai, tambahnya.

Mantan Direktur Lalu Lintas Mabes Polri itu mengungkapkan, 49 kasus tersebut terdiri atas 85 tersangka, dengan barang bukti sebanyak 24.339 batang kayu merbau, 17.829 meter kubik kayu merbau olahan, 328 unit alat berat, lima unit kapal, tiga unit tongkang, tiga unit tug boat, 43 unit mobil, 38 unit chain saw, dan 183 alat lainnya.

Tersangka sudah dikirimkan ke kejaksaan. Karena sudah dilimpahkan, barang bukti akan dilelang oleh pihak kejaksaan, jelasnya.

Perwira tinggi Polri bintang dua tersebut menyatakan, kasus yang masih ditangani Polri dari tangkapan OHL II-2005 berjumlah sembilan perkara dengan 100 tersangka. Barang bukti kasus yang belum dinyatakan lengkap itu terdiri atas 39.513 batang kayu merbau, 1.759 meter kubik kayu merbau olahan, 522 unit alat berat, 10 unit tongkang, 11 unit tug boat, delapan unit chain saw, dan 115 unit alat lainnya.

Lelang terhadap barang bukti yang kasusnya belum dinyatakan lengkap oleh kejaksaan dapat dilakukan oleh polisi, tuturnya.

5 kasus di-SP3
Selain kasus yang masih diproses, penyidik juga melakukan penghentian proses penyidikan (SP3) terhadap lima kasus setelah tidak ditemukan bukti pelanggaran.

Lima kasus itu adalah 424 batang kayu merbau milik PT Wira Vindo Tritama yang ditangkap KRI Untung Suropati, 36 batang kayu merbau PT Henrison Iriana Arar Sorong, 1.693 batang kayu PT Hasrat Wira Mandiri, 1.011 batang kayu PT Mancaraya Agro Mandiri, dan 5.294 batang kayu PT Multi Wahana Wijaya.

Aryanto mengaku, SP3 terhadap lima perusahaan semata-mata dilakukan karena setelah dilakukan penyidikan, ternyata surat-surat yang menyertai kayu itu sah.

Sementara itu, sumber Media di lingkungan kepolisian mempertanyakan keseriusan Polri untuk menindak aparatnya yang terlibat illegal Logging. Dia menyatakan, pada saat OHL II-2005 terdapat 22 aparat kepolisian yang direkomendasikan untuk diselidiki atas keterlibatan dalam kasus kayu ilegal di Papua. Namun, hingga saat ini, tidak satu pun anggota Polri yang ditindak, bahkan Pejabat Sementara (Pjs) Kasat Tipiter Polda Papua Kompol Marthen Renau beberapa waktu lalu ditangguhkan penahanannya dengan alasan tidak cukup bukti. Padahal, bukti keterlibatan Marthen Renau sudah dilaporkan ke Kapolri.

Pernyataan yang sama disampaikan Humas Dewan Adat Papua, Marthen Selfli, kepada wartawan di Mabes Polri beberapa waktu lalu. Menurut dia, Dewan Adat Papua Wilayah Sorong menyatakan kekecewaannya terhadap Mabes Polri yang menangguhkan penahanan Marthen Renau. Bagaimana bisa aktor penyelundupan illegal logging terbesar di Papua, penyidikannya tidak jelas, tanya Selfli. (Fud/J-3)

Sumber: Media Indonesia, 13 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan