659 Terdakwa Korupsi Divonis Bebas
Dalam empat tahun terakhir, sebanyak 659 terdakwa korupsi divonis bebas di pengadilan umum. Jumlah terbanyak terjadi pada 2008, yakni 277 orang. Menurut data Indonesia Corruption Watch, putusan bebas itu berlaku bagi 169 perkara korupsi dengan 444 terdakwa yang diputus pengadilan umum pada 2008. Sedangkan yang diputus bersalah sebanyak 167 orang. "Dari 167 terdakwa korupsi yang divonis bersalah itu belum memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho di Jakarta, Jumat lalu.
Menurut dia, kondisi itu sangat kontras dengan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Sejak 2005 hingga 2008, Pengadilan Antikorupsi telah mengadili 92 terdakwa perkara korupsi. Hingga saat ini tidak ada satu pun terdakwa yang divonis bebas. "Vonisnya pun cukup memberikan efek jera bagi pelaku, yakni rata-rata selama 4 tahun 2 bulan penjara," kata Emerson.
Tapi, kata Emerson, keberadaan Pengadilan Antikorupsi saat ini terancam. Sebab, hingga saat ini pembahasan rancangan undang-undang ini di parlemen belum juga rampung. Padahal, menurut ICW, jika rancangan ini belum selesai 19 Desember 2009, akan membawa konsekuensi tidak hanya membubarkan pengadilan khusus itu, tapi berimbas pula pada semua perkara korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. "Akan ada kebuntuan hukum sehingga pilihan lainnya diadili di pengadilan umum," kata Emerson.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Agung terpilih, Harifin A. Tumpa, mengingatkan agar para hakim serius menangani perkara korupsi. "Saya minta pengawasan dan pembinaan ke bawah agar jangan main-main dengan perkara korupsi," ujar Harifin di kantornya, Jumat lalu.
Dia meminta para hakim peka dalam merespons masyarakat. Misalnya perkara korupsi, narkotik, dan pembalakan liar. "Saya minta mereka proporsional, jangan mudah terlalu percaya kepentingan terdakwa," ujarnya. CHETA NILAWATY | SUTARTO
Sumber: Koran Tempo, 19 Januari 2009