5% Fee Proyek Wisma Atlet untuk DPR

DPR diduga menerima pembagian fee 5% dari total nilai proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan, yang besarnya Rp191,6 miliar.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan jaksa untuk mantan Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kemarin. Namun, dalam surat dakwaan itu tidak disebutkan secara detail nama-nama politisi yang diduga menerima fee proyek tersebut.

“Kami tidak tahu fee proyek untuk Senayan itu masuk ke mana,”kata jaksa penuntut umum (JPU) Agus Salim seusai sidang kasus suap Sesmenpora dengan terdakwa Mindo Rosalina Manulang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa Agus Salim disebutkan, Rosa pernah mengadakan pertemuan yang dihadiri Muhammad Nazaruddin serta staf atau karyawan PT Permai Group. Pada pertemuan itu dibicarakan soal pembagian fee proyek pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan ke sejumlah pihak, di antaranya 4% untuk daerah,5% untuk Senayan,5% dan 9% untuk Grup Permai.

Sementara Rosa sendiri disebut akan menerima fee proyek sejumlah 0,2% dari nilai kontrak atas dasar kesepakatan yang dibuat dengan Muhamad El Idris, Dudung Purwadi, dan Muhammad Nazaruddin.Rosa juga diduga ikut terlibat melakukan perbuatan memberi hadiah berupa 3 lembar cek senilai Rp3,2miliar dan 4 lembar cek senilai Rp4,4 miliar kepada Wafid Muharam dan Nazaruddin.

Selain itu, bersama Idris, Dudung Purwadi,dan Nazaruddin, Rosa juga disebut terlibat dalam pembagian fee proyek kepada Nazaruddin sejumlah 13%, Gubernur Sumatera Selatan 2,5%, Komite Pembangunan Wisma Atlet 2,5%, panitia pengadaan 0,5%,Wafid Muharam 2%, dan terdakwa sendiri 0,2%.

“Jadi,Rosa disepakati akan diberi fee sejumlah 0,2% dari nilai kontrak pembangunan Wisma Atlet. Ada juga pertemuan- pertemuan yang melibatkan Rosa maupun Nazaruddin dari pihak PT Anak Negeri. Bahkan, ada juga kesepakatan untuk pembagian fee ke sejumlah pihak meski yang terealisasi baru ke Wafid Muharam, Nazaruddin, komite dan panitia (pembangunan Wisma Atlet),”ungkap jaksa Agus.

Akibatnya, Rosa dijerat pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.20/2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.

Jaksa juga menjerat Rosa dengan dakwaan subsider Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. “Rosa telah memberi sesuatu berupa 3 lembar cek senilai Rp3,2 miliar dan 4 lembar cek senilai Rp4,4 miliar kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara,”sebut jaksa.

Menanggapi dakwaan JPU, rencananya Rosa akan mengajukan eksepsi atas putusan tersebut.Rosa merasa keberatan dengan sejumlah keputusan JPU dalam surat dakwaan, salah satunya soal putusan yang mengatakan keterlibatan dirinya dalam pembagian fee proyek.

“ Ada beberapa yang ingin saya tolak dalam putusan yang mengatakan soal pembagian fee. Padahal, saya sama sekali tidak tahu soal itu,”akunya. Kuasa hukum Rosa, Jufri Taufik, menyatakan pihaknya akan membacakan surat eksepsinya Jumat mendatang.

Menurutnya, dalam eksepsi akan dibahas tentang surat dakwaan JPU yang menyatakan Rosa masih sebagai tenaga marketing PT Anak negeri.Padahal, kata Jufri, di berita acara pemeriksaan (BAP) Rosa disebut bekerja sebagai wiraswasta. Anggota Komisi X DPR I Wayan Koster mengaku tidak mengetahui perihal adanya rencana fee untuk DPR dalam proyek Wisma Atlet.

Dia menyatakan bahwa DPR dalam hal ini Komisi X DPR tidak membahas masalah teknisnya sehingga pihaknya tidak pernah membicarakan hal itu. “Saya malah enggak tahu itu,”katanya saat dihubungi kemarin.

Menurut dia,bisa saja nama DPR dijual oleh orang-orang mencoba ingin mengambil keuntungan dari proyek tersebut. Apalagi, dirinya yang selama ini disebut-sebut juga tidak pernah berkomunikasi sekalipun dengan Nazaruddin maupun Rossa. “Saya tak pernah berkomunikasi. Kita di Komisi X DPR bekerja sesuai dengan kewenangan dan sesuai prosedur saja. Soal proyek bukan urusan kita,”tandasnya.

Sementara itu Mabes Polri mengaku sudah mengetahui tempat persembunyian Muhammad Nazaruddin,mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang saat ini menjadi buron Interpol karena diduga terlibat kasus korupsi pembangunan wisma Atlet Sea Games di Palembang,Sumatera Selatan.

Nazaruddin diakui masih berada di wilayah Asia Tenggara. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam belum bersedia menyebutkan dimana tepatnya Nazaruddin bersembunyi karena dikhawatirkan akan kabur lagi.Yang jelas, lanjut Anton, Nazaruddin masih berada di wilayah Asia Tenggara. andi setiawan/ rahmat sahid/m purwadi 
Sumber: Koran Sindo, 21 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan