46 Anggota DPRD di Sultra Dijerat dengan UU

Sebanyak 46 anggota DPRD provinsi dan kabupaten di Sulawesi Tenggara yang menjadi terdakwa kasus korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, bukan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000.

Menurut Asisten Intelijen yang juga Asisten Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Tinggi Sultra Andi Abdul Karim, Kamis (12/10), sejak awal para jaksa penyidik dan penuntut perkara korupsi yang melibatkan anggota DPRD telah diarahkan untuk tidak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 110 Tahun 2000 sebagai landasan yuridis.

PP No 110/2000 mengatur keuangan para anggota DPRD dan telah dibatalkan Mahkamah Agung tahun 2002. Sejak itu Jaksa Agung berulang kali memberikan petunjuk kepada jajaran kejaksaan di daerah untuk tidak menggunakan PP tersebut.

Permintaan DPR untuk merehabilitasi dan memulihkan nama baik para anggota DPRD yang tersangkut tindak pidana korupsi dana APBD, bagi kami, tidak relevan karena mereka terjerat oleh undang-undang pemberantasan korupsi, ujar Karim.

Sebanyak 46 anggota DPRD di Sultra terdiri atas 41 anggota DPRD kabupaten/kota, dan lima lainnya anggota dan mantan anggota DPRD Provinsi Sultra. Dari lima orang itu, tiga dalam proses peradilan di pengadilan negeri dan dua dalam tahap penyidikan.

Sebanyak 22 anggota dan mantan anggota DPRD Kota Kendari, misalnya, rata-rata dihukum 18 bulan dan di pengadilan tinggi digenapkan menjadi dua tahun.

Sumbar bereaksi keras
Intervensi DPR terhadap kasus korupsi wakil rakyat di daerah menimbulkan reaksi keras di Sumatera Barat. Ini ujian berat SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Kalau SBY tunduk, berarti SBY gagal berantas korupsi, kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Hukum Wilayah Barat Saldi Isra ketika diminta tanggapannya.

Manuver DPR ini berbahaya dan melanggar kode etik. Lalu, bagaimana jika yang terlibat suatu kasus itu masyarakat lemah, yang tidak punya kekuatan apa-apa? kata Saldi.

Koordinator Forum Peduli Sumatera Barat (FPSB) Zenwen Pador menambahkan, DPR harus mengidentifikasi dulu mana kasus yang semata-mata melanggar PP No 110/2000 dan mana yang melanggar PP No 110/2000 dan ketentuan lainnya.

Kalau kasus setelah 27 Maret 2003 sampai ada PP pengganti, memang tak bisa dijangkau hukum. Tetapi, jika terjadi hingga sebelum 26 Maret 2003, bisa dijangkau UU Tindak Pidana Korupsi, tuturnya. (YAS/NAL)

Sumber: Kompas, 13 Oktober 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan