45 Anggota Dewan Tersangka Korupsi [06/08/04]

Seluruh anggota DPRD Kampar yang pernah bikin heboh ketika merekomendasi pemberhentian Bupati Kampar Jefri Noer, kini ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi dana APBD Kampar sebanyak Rp1,125 miliar. Namun, belum satu pun dari 45 anggota dewan itu yang ditahan.

Kepala Humas Kejati Riau, Dimpuan Sialagan menjelaskan, Kamis (5/8), belum ditahannya ke-45 anggota dewan itu lantaran terkendala oleh keterbatasan personel Kejaksaan.

Kita belum melakukan penahanan terhadap mereka. Hal itu dimungkinkan karena keterbatasan kita baik dalam personel maupun ruangan penahanan itu sendiri. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan bila nantinya akan ada penahanan, kata Sialagan.

Kepastian penetapan tersangka tersebut, berdasarkan surat perintah penyidikan yang dikeluarkan Kajati Riau dengan nomor print-11/N.4/fd.1/08/2004. Peningkatan status mereka menjadi tersangka berdasarkan hasil operasi tim Intelijen Kejati Riau, yang menemukan bukti-bukti awal berupa hasil pemeriksan sejumlah saksi dan sejumlah dokumen resmi tentang pencairan dana purna bakti sebesar Rp 1,125 miliar tersebut.

Dalam kasus dana purna bakti ini, anggota dewan dianggap melanggar UU Tindak Pidana Korupsi No 31 tahun 1999 yang telah diperbarui menjadi UU No 20 tahun 2001 dengan ancaman kurungan maksimal 20 tahun penjara.

Awalnya kita hanya menetapkan 43 orang sebagai tersangka. Belakangan dua anggota lainnya juga diketahui menerima dana purna bakti tersebut. Karenanya keduanya juga kita tetapkan sebagai tersangka, kata Sialagan.

Sebagaimana diketahui, 45 anggota DPRD Kampar yang pernah merekomendasi pelengseran Bupati Kampar Jefri Noer ini --karena kasus penghinaan terhadap guru sekolah setempat-- dilaporkan masyarakat Kampar ke Kejati Riau tentang pencairan dana purna bakti APBD tahun 2004. Masing-masing anggota dewan dikabarkan menerima dana purna bakti sebesar Rp25 juta per orang.

Syafrizal dari Fraksi Golkar, salah satu anggota dewan mengaku menerima dana purna bakti sebesar Rp25 juta, namun kemudian dikembalikannya. Dana itu sudah saya kembalikan ke kas daerah, kata mantan wartawan di salah satu media mingguan lokal itu.

Menurut Sialagan, meski dana itu sudah dikembalikan, hal itu tidak mempengaruhi proses penyidikan. Karena proses tindak pidana korupsi itu sendiri sudah terjadi saat dana purna bakti itu diterima anggota dewan. Artinya, proses tindak pidana korupsi sudah terjadi kendati mereka mengembalikan uang itu ke kas daerah.

Kalau belakangan mereka mengembalikan dana tersebut, itu artinya indikasi korupsi semakin kuat. Pengembalian itu salah satu bukti kita bahwa mereka telah melakukan korupsi dana APBD, tukas Sialagan.

Sementara itu, seluruh anggota DPRD Kabupaten Karanganyar, Jateng, diduga telah melakukan tindak pidana korupsi pada APBD 2003 senilai Rp3,5 miliar lebih. Dugaan korupsi tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

Dari hasil laporan audit atas perhitungan APBD 2003 yang dilakukan BPK Wilayah III Yogyakarta menunjukkan, belanja penunjang DPRD sebanyak Rp3,5 miliar tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Perwakilan sejumlah LSM dan elemen masyarakat antikorupsi, Kamis (5/8), mendatangi Kantor Kejari Karanganyar untuk mendesak Kepala Kejari menindaklanjuti laporan BPK tersebut dengan melakukan penyelidikan dan pengusutan dugaan korupsi itu.

Disidangkan
Dari Padang dilaporkan, sebanyak 17 anggota DPRD Kota Padang menjalani sidang pertama dalam kasus korupsi APBD 2001-2002 senilai Rp10,4 miliar lebih. Mereka terbagi dalam berkas keempat dan kelima.

Sidang di Pengadilan Negeri Padang, kemarin, dipimpin oleh Hakim Bettina Yahya dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Firdaus, Repli Umar, Isward, Derliana Sari dan Deswiarni.

Dalam dakwaannya, jaksa Firdaus mengatakan seluruh terdakwa secara bersama-sama dengan anggota DPRD Kota Padang lainnya, antara lain Maigus Nasir Cs (kelompok pertama), Zainul Arifin Cs (kelompok kedua) dan Zal Zalis Are Cs (kelompok ketiga) telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain. Akibat perbuatan terdakwa, keuangan negara dirugikan sejumlah Rp10.442.529. 608,50, ujar Firdaus.

Akibat perbuatan mereka, lanjut Firdaus, para wakil rakyat itu diancam hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara. Di samping itu, mereka juga diancam hukuman denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp1 miliar serta mengganti kerugian uang negara sebanyak yang mereka korupsi. dtc/tnr

Sumber: Banjarmasin Pos, 6 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan