350 Orang Berebut Kursi Hakim "Ad Hoc"

Sebanyak 350 orang akan bersaing memperebutkan 61 kursi hakim ad hoc tindak pidana korupsi. Mereka akan ditempatkan di tujuh Pengadilan Tipikor yang akan dibentuk di tujuh provinsi.

Juru bicara Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali, Selasa (8/12), menjelaskan, posisi yang paling banyak diminati adalah hakim ad hoc tingkat pertama.

Terdapat 191 orang yang melamar hakim tingkat pertama, 100 orang untuk tingkat banding, dan 59 orang untuk tingkat hakim agung.

Jumlah pelamar terbanyak terdapat di Pengadilan Tinggi Bandung, yaitu 73 orang, terdiri dari 41 orang untuk tingkat pertama dan 32 orang untuk tingkat banding. Sementara itu, pelamar paling sedikit di Samarinda, hanya empat orang, masing-masing dua orang untuk tingkat pengadilan negeri (PN) dan pengadilan tinggi (PT).

Selain melamar ke PT di provinsi masing-masing, jelas Hatta, terdapat sebanyak 104 orang yang mengajukan lamaran ke MA.

Para pelamar itu terdiri dari 59 orang untuk tingkat hakim agung, 14 orang untuk tingkat PT, dan 31 orang untuk tingkat PN

Panitia Seleksi Hakim Ad Hoc telah membuka pendaftaran sejak 14 November dan ditutup pada 7 Desember. Pendaftaran dapat dilakukan di tiap-tiap PT dan MA. Dari rentang waktu tersebut, terkumpul sebanyak 350 pelamar.

Berkurang

Ditanya apakah kemauan masyarakat untuk jadi hakim ad hoc kurang, Hatta Ali mengatakan, ”Barangkali. Memang karena undang-undang yang baru cukup ketat.”

Hatta menjelaskan, ada ketentuan bahwa seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang menjadi hakim ad hoc harus cuti di luar tanggungan negara.

Misalnya, pengajar di perguruan tinggi, jika menjadi hakim ad hoc, dia harus bersedia cuti di luar tanggungan negara.

Sementara Ketua Pansel Hakim Ad Hoc Tipikor Djoko Sarwoko beberapa waktu lalu menjelaskan, pihaknya akan segera menggelar seleksi pertama, yaitu tes tertulis.

Rencananya, tes tertulis diadakan pada 14 Desember di kantor PT provinsi masing-masing.

Panitia seleksi, tambahnya, tidak mungkin menunda pelaksanaan tes tertulis mengingat terbatasnya waktu dalam pemanfaatan anggaran. MA mengalokasikan dana sekitar Rp 2,4 miliar untuk proses seleksi tahun ini.

”Kami akan umumkan terbuka nama-nama yang dihasilkan. Proses selanjutnya akan dilaksanakan tahun berikutnya,” ujar Djoko. (ANA)

Sumber: Kompas, 9 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan