31 Hakim Agung Bukan Representasi MA
Kuasa hukum Komisi Yudisial menilai para pemohon yang terdiri atas 31 hakim agung tidak memiliki legal standing (dasar menggugat) untuk mengajukan permohonan hak uji materiil dan formal Undang-Undang Komisi Yudisial.
Para (31 hakim agung) bukan representasi dari Mahkamah Agung sehingga tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan hak uji materiil, kata Bambang Widjojanto, salah satu kuasa hukum Komisi Yudisial, dalam persidangan permohonan hak uji terhadap Undang-Undang Komisi Yudisial di Mahkamah Konstitusi kemarin.
Menurut Bambang, 31 hakim agung yang mengajukan permohonan hak uji bukanlah representasi dari lembaga yang mempunyai kewenangan sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman. Penyelenggara kekuasaan kehakiman, kata Bambang, hanya Mahkamah Agung, badan peradilan di bawahnya (seperti pengadilan), dan Mahkamah Konstitusi. Hakim hanya bertindak sebagai pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman, ujarnya.
Sebanyak 31 hakim agung mengajukan permohonan hak uji terhadap Undang-Undang Komisi Yudisial. Para hakim agung itu menilai fungsi pengawasan dan usul pemberian sanksi merugikan hak konstitusional para hakim agung. Menurut mereka, para hakim agung tidak termasuk obyek pengawasan Komisi Yudisial.
Bambang menilai alasan pemohon tidak konsisten. Sebab, kata Bambang, menurut metode penafsiran kata hakim dalam Undang-Undang Komisi Yudisial termasuk hakim agung. Mahkamah Agung sendiri dalam buku cetak birunya mengakui memerlukan Komisi Yudisial untuk fungsi pengawasan, ujar Bambang.
Sidang yang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie sempat diwarnai ketegangan antara kuasa hukum Komisi Yudisial dan kuasa hukum 31 hakim agung. Kejadian berawal saat pengambilan sumpah Agun Gunanjar dan empat orang ahli lainnya.
Bambang mengingatkan pada majelis hakim konstitusi bahwa Agun dihadirkan sebagai saksi. Namun, hal itu diprotes O.C. Kaligis, salah satu kuasa hukum 31 hakim agung. Interupsi, dia (Agun) kan disumpah sebagai ahli, kok sebagai saksi? Ini tidak konsisten, ujarnya. SUTARTO
Sumber: Koran Tempo, 23 Mei 2006