270 Anggota Legislatif Korup [10/06/04]

Sungguh ironis. Anggota DPR/DPRD yang menurut konsepnya adalah wakil rakyat, banyak terlibat kasus hukum. Total jenderal ada 270 anggota legislatif yang kasusnya saat ini diproses oleh Kejaksaan.

Sebanyak 45 kasus diantaranya (terbesar) dilakukan oleh anggota dewan di Sumatera Barat dan itu merupakan angka tertinggi kasus korupsi yang pernah dilakukan anggota dewan.

Demikian disampaikan Kapuspenkum Kejagung Kemas Yahya Rahman saat ditemui di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Jalan Urip Sumohardjo, Makassar, Rabu (9/6).

Menurut Kemas, tingginya jumlah anggota DPR yang sedang diproses diperparah dengan kian bertambahnya anggota DPRD yang menghadapi masalah secara berjamaah seperti kasus di Sumbar.

Dari jumlah itu beberapa di antaranya telah dilimpahkan ke pengadilan. Mereka adalah wakil rakyat dari Sumatra Barat, Palembang, dan Garut, katanya.

Menurut Kiemas, berdasarkan data-data kejaksaan, pada tahun 2003 tercatat jumlah kasus mencapai sekitar 584 berkas, sedangkan kasus korupsi yang tercatat pada bulan Januari hingga April 2004 mencapai sekitar 106 berkas, sehingga jumlah akumulatif kasus perkara korupsi yang tercatat di kejakasaan sejak Januari 2003 hingga April 2004 sebanyak 690 berkas.

Pihaknya mengalami kesulitan dalam menangani sejumlah kasus korupsi itu dengan segera karena jumlah personil atau tenaga jaksa sekitar 5.100 orang dan itu sangat tidak seimbang dengan jumlah kasus yang terjadi di Indonesia baik pidana umum maupun pidana khusus.

Sebab itu, katanya, kejaksaan mengangkat sekitar 400 orang jaksa baru setiap tahun dan berupaya meningkatkan kemampuan/kualitas para jaksa melalui pendidikan karena idealnya seorang jaksa harus bergelar doktor.

Sementara itu anggota DPRD Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, membantah sangkaan dana purna bakti (pesangon) bagi 30 anggota dewan setempat merupakan hasil korupsi yang dilakukan oleh Bupati Lukman Abunawas.

Ini sangat keliru. Dana pesangon yang diberikan Bupati Lukman Abunawas sudah sesuai prosedur yang berlaku dan bukan hasil korupsi, kata Ketua DPRD Kabupaten Konawe, Abdul Samad di Kendari, Rabu (9/6).

Menurut Samad yang juga Ketua Partai Golkar Konawe itu, dana pesangon yang diterima anggota dewan termasuk dirinya berasal dari kas dana cadangan kabupaten yang dipinjam untuk pembayaran pesangon dewan dan telah dimasukkan sebagai salah satu pembiayaan dalam APBD tahun 2004.

Samad menegaskan hal tersebut guna menanggapi sangkaan yang dilontarkan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara yang telah menetapkan Bupati Kabupaten Konawe (dulu bernama Kendari), Lukman Abunawas sebagai tersangka karena diduga kuat terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana pesangon anggota DPRD di kabupaten itu tahun 2003 senilai kurang lebih Rp 2 miliar.

Pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menyatakan tak terpengaruh dengan argumen yang dilontarkan DPRD Konawe. Kepala Kejati Sultra Antasari Azhar bahkan mempersilahkan semua pihak yang merasa tahu dengan proses aliran uang pesangon itu untuk ikut berbicara.

Silahkan saja semua bicara. Itu malah bagus bagi penyidikan karena kami akan semakin banyak mendapat tambahan data dalam pengusutan kasus ini, katanya.

Sementara itu kasus korupsi di Sulawesi Tenggara yang disinyalemen banyak pihak tidak ditidaklanjuti ditanggapi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra), Antasari Azhar SH, MH bahkan tidak ada pengalihan perhatian atas kasus korupsi di Sultra.

Semua kasus korupsi yang sudah diekspose oleh Kejati, proses hukumnya tetap dilanjutkan. Jadi bukan ada kasus baru, lalu kasus lama dilupakan, kata Kajati Antasari di Kendari, Rabu (9/6). dtc/ant

Sumber: Banjarmasin Pos, 10 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan