2025, Reformasi Birokrasi Tuntas di Seluruh Daerah

Perlu Evaluasi Reformasi Birokrasi Sebelumnya

Secara konseptual, reformasi birokrasi selesai tahun 2011 dalam rangka remunerasi nasional. Reformasi birokrasi secara menyeluruh sampai ke seluruh daerah baru akan tuntas pada tahun 2025.

Hal itu dikatakan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menneg PAN) Taufiq Effendi di Gedung DPR, Jakarta, Senin (24/8). Seperti diberitakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pidato kenegaraan di Sidang Paripurna DPD, Rabu lalu, menargetkan reformasi birokrasi tuntas pada 2011 (Kompas, 20/8).

Taufiq menyebutkan, reformasi birokrasi praktis baru dimulai pada 1998. Namun, baru pada 2004 semuanya mulai dirumuskan secara sistemik dan konseptual. Konsep, kompetensi, dan tata hubungan dalam reformasi birokrasi lebih jelas. Saat itu juga mulai ada komitmen dari semua pihak dan reformasi dilaksanakan secara konsekuen. Tenggang waktu pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia lebih singkat jika dibandingkan dengan negara lain, seperti India, Jepang, atau Amerika Serikat (AS).

Taufiq juga menyebutkan, setidaknya dua undang-undang (UU) untuk reformasi birokrasi rampung, yaitu UU Pelayanan Publik dan UU Kementerian Negara. Menyusul yang dimasukkan ke DPR adalah RUU Administrasi Pemerintahan dan RUU Etika Pemerintahan.

Walau reformasi birokrasi belum tuntas pada lima tahun pertama pemerintahan Yudhoyono, Menneg PAN menyebutkan, ada kemajuan menggembirakan yang dirasakan masyarakat. Pelayanan publik menjadi ikon saat ini. Daerah pun berlomba untuk memperbaiki pelayanan publik.

Evaluasi dahulu

Secara terpisah, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Andi Yuliani Paris, Senin di Jakarta, menuturkan, pemerintah perlu lebih dahulu mengevaluasi secara transparan pelaksanaan reformasi birokrasi yang dijalankan dalam dua tahun belakangan sebelum meluaskan di 70 kementerian dan lembaga. Hal ini dikatakan terkait rencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang ingin menyelesaikan reformasi birokrasi di 70 kementerian/lembaga pada 2011-2012 (Kompas, 24/8).

”Selama ini, pemerintah mendefinisikan reformasi birokrasi dengan remunerasi berbasis kinerja. Namun, tidak pernah ada indikatornya. Ini yang tidak pernah transparan,” kata Andi.

Hasil evaluasi juga perlu dipaparkan ke publik sebagai pengguna jasa. Tanpa evaluasi, pelaksanaan reformasi birokrasi yang dijalankan bisa berbahaya, yaitu hanya untuk kepentingan jangka pendek atau berakibat penghamburan anggaran negara yang luar biasa besar.

Direktur Indonesia Budget Center Arif Nur Alam berpandangan, reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah cenderung pada konteks remunerasi, belum diarahkan pada revitalisasi tugas dan fungsi birokrasi. (dik/sut)

Sumber: Kompas, 25 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan