200 Pejabat BUMN Diduga KKN; Masih banyak BUMN yang dikelola dengan hati-hati

Tak kurang dari 200 orang di jajaran manajemen dan pimpinan BUMN kini tengah menjalani penyidikan oleh aparat hukum, terkait sejumlah kasus kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Beberapa antara mereka telah diproses di pengadilan, beberapa yang lain sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Namun, menurut Menneg BUMN, Sugiharto, dibanding jumlah direksi 158 BUMN yang mencapai sekitar 6.000 orang, jumlah tersebut tak bisa dianggap merepresentasikan kondisi faktual BUMN secara keseluruhan. Dalam arti, masih banyak BUMN yang dikelola secara hati-hati, dengan mengedepankan azas good corporate governance (GCG).

Karena itu, ''Kita harus menghormti azas praduga tak bersalah. Hendaknya tak ada pihak yang menarik kesimpulan dini dengan memvonis bersalah direksi BUMN yang tengah menjalani proses hukum, sebelum ada keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan tetap,'' ujar Sugiharto, usai mendampingi Wapres Jusuf Kalla bertemu direksi BUMN perkebunan di PT PN IV, di Medan, Ahad (5/2).

Sugiharto juga minta para direksi dan komisaris BUMN tidak khawatir dan ragu mengambil kebijakan, keputusan dan langkah-langkah untuk kepentingan bisnis dan pengembangan perusahaan. Sepanjang, semuanya didasarkan pada azas kepatutan dan kewajaran, mengacu pada angaran dasar (AD) dan anggarab rumah tangga (ART).

Pendeknya, ''Saya harap segenap jajaran BUMN tetap fokus pada upaya pembenahan dan peningkatan kinerja, dan tidak mengalami disorientasi akibat proses hukum yang tengah dihadapi beberapa direksi BUMN,'' tandas Sugiharto. Hal itu penting, kata Sugiharto, karena BUMN dituntut memberikan kontribusi signifikan dalam pemulihan ekonomi nasional. Dalam APBN 2006, nilai dividen yang harus disetorkan mencapai Rp 23 triliun. Jumlah tersebut naik 200 persen dari APBN 2005 yang hanya Rp 8,9 triliun.

Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Revrisond Baswir, memperkirakan jumlah direksi dan komisaris BUMN yang bakal diperiksa aparat hukum bakal bertambah. Namun, itu bergantung pada komitemen dan ketegasan pemerintah. Mengingat, pengangkatan direksi BUMN harus melalui Tim Penilai Akhir (TPA) yang Presiden, Wapres, Meneg BUMN, Menkeu, dan menteri teknis BUMN bersangkutan. ''Jadi apakah proses perekrutan sudah benar, dalam arti anti KKN,'' ujar Sonny, sapaan akrab Revrisond.

Skenario Pembersihan BUMN dari KKN
Membentuk tim khusus menindaklanjuti indikasi KKN di BUMN. Jika dinilai layak diproses secara hukum, akan dilaporkan ke Kejaksaan dan Timtas Tipikor.

Status tim khusus akan ditingkatkan menjadi inspektorat di Kementerian Negara BUMN, yang menjalankan fungsi pemantauan serta pengawasan secara formal dan fokus. Dengan demikian Kementerian Negara BUMN akan mempunyai instrumen yang memiliki kewenangan dan legitimasi hukum, untuk mengawasi pengelolaan BUMN.

Memberi kesempatan seluas-luasnya kepada instansi berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap indikasi KKN di lingkungan BUMN.

Beberapa Kasus KKN di BUMN
Mark up PLTGU Borang, Palembang. Dalam kasus ini, Mabes Polri telah menahan dua pejabat PLN, yaitu Direktur Pembangkit dan Energi Primer PLN, Ali Herman Ibrahim dan Wakil Direktur Pembangkitan, Agus Darnadi. Sementara Dirut PLN Eddie Widiono telah dimintai keterangan sebagai saksi.

Penyalahgunaan interkoneksi SLJJ dan SLI Telkom. Dalam kasus ini, Polda Jabar telah menetapkan Direktur Operasional Telkom, John Welly sebagai tersangka.

Kasus kredit macet Bank Mandiri, yang berpotensi merugikan negara Rp 20,7 triliun. Tiga direksi Bank Mandiri, yakni Dirut ECW, Neloe, Wadirut, I Wayang Pugeg dan Direktur Corporate Banking, M Sholeh Tasripan menjadi tersangka. Kini ditahan di rutan Kejakgung.

Kasus korupsi dengan modus pembelian medium term note (MTN) di Jamsostek, senilai Rp 250 miliar. Dirut Ahmad Junaidi dan Direktur Investasi Andi Alamsyah, ditetapkan menjadi tersangka utama, dan ditahan di rutan Bareskrim Mabes Polri.

Kasus kredit macet Bank BNI di Industri Baja Garuda, senilai Rp 500 miliar. Mantan dirut Saefuddien Hasan, dan mantan Direktur Korporasi, Suryo Sutanto, dan mantan Direktur treasury, internasional, Rachmat Wiryaatmadja menjadi tersangka. Ketiganya ditahan di Medan.( c33/end )

Sumber: Republika, 6 Februari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan