19 Politikus PDIP Terima Pelicin Cek Perjalanan

Terkait Pemenangan Miranda Goeltom sebagai DGS BI
Sidang perdana kasus suap Rp 500 juta dalam pemilihan Miranda S. Goeltom sebagai deputi gubernur senior (DGS) Bank Indonesia dengan terdakwa Dudhie Makmun Murod mulai dilangsungkan kemarin. Dari surat dakwaan terungkap, selain Dudhie, ada 18 anggota Fraksi PDIP di DPR periode 1999-2004 yang menerima cek perjalanan.

Sejumlah nama tenar anggota FPDIP masuk dalam 18 penerima cek perjalanan tersebut. Di antaranya, Panda Nababan dan Emir Moeis yang kini masih menjadi anggota DPR. Berdasar surat dakwaan, total uang yang mengalir kepada seluruh anggota FPDIP mencapai Rp 9,8 miliar. Masing-masing anggota fraksi menerima Rp 200 juta hingga Rp 1,45 miliar. Uang itu diduga kuat terkait dengan pemenangan Miranda dalam pemilihan DGS.

Selain anggota FPDIP, nama istri politikus PKS yang juga mantan Wakapolri Adang Daradjatun, Nunun Nurbaeti, ikut disebut. Dia diduga berperan memfasilitasi penyerahan cek perjalanan dari penyandang dana kepada anggota FPDIP.

Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Rum membeberkan, Dudhie dan 18 anggota FPDIP tersebut menerima cek perjalanan semasa menjadi anggota Komisi IX DPR. ''Cek perjalanan itu diterima dari Nunun Nurbaeti,'' kata Rum dalam sidang.

Nunun menyerahkan cek perjalanan tersebut melalui Akhmad Hakim Safari M.J. alias Arie Malangjudo dalam sebuah pertemuan di Restoran Bebek Bali, Kompleks Taman Ria Senayan, Juni 2004.

Sebelum pertemuan, Dudhie mengikuti rapat internal FPDIP di ruang rapat fraksi di gedung DPR. Rapat itu dihadiri seluruh anggota komisi IX (membidangi perbankan), Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo, dan Sekretaris FPDIP Panda Nababan. Agenda rapat membahas suara anggota FPDIP dalam pemilihan calon DGS BI. ''Dalam rapat tersebut, Tjahjo Kumolo menginstruksi seluruh anggota FPDIP akan mencalonkan dan mendukung Miranda,'' ungkap Rum.

Pada 8 Juni 2004, Miranda terpilih dalam pemilihan calon DGS BI melalui mekanisme voting di Komisi IX DPR. Beberapa saat setelah pemilihan, Dudhie dihubungi Panda Nababan melalui telepon seluler. Panda selaku koordinator pemenangan Miranda memerintah Dudhie menemui seseorang bernama Ahmad Hakim Safari alias Arie Malangjudo di Restoran Bebek Bali untuk menerima titipan dari Nunun.

Titipan tersebut berupa amplop berisi cek perjalanan BII (Bank International Indonesia) yang diletakkan dalam tas karton yang sudah dilabeli warna merah, kuning, hijau, dan putih.

Di restoran tersebut, Dudhie menerima tas karton berwarna merah dari Ahmad Hakim. Selanjutnya, terdakwa menghubungi Panda terkait cek perjalanan tersebut. Panda langsung memerintah Dudhie membagikan cek perjalanan itu kepada anggota FPDIP di komisi IX. Dudhie menerima 10 lembar cek perjalanan BII senilai Rp 500 juta. Delapan belas anggota FPDIP lainnya menerima dengan nilai beragam. Namun, yang terbanyak adalah Panda. Dia mengantongi cek perjalanan Rp 1,45 miliar.

Menurut Rum, tindakan Dudhie menerima cek perjalanan terkait pemenangan Miranda tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang sebagai anggota DPR. ''Sebagai anggota Komisi IX DPR, dilarang menerima imbalan dari pihak lain dalam menjalankan tugasnya,'' tegasnya.

Atas tindakan tersebut, Dudhie dijerat pasal 5 ayat (2) jo pasal 5 ayat (1) butir b UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, dia dikenai pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi. Dalam sidang dakwaan kemarin, Dudhie terancam menjalani hukuman lima tahun penjara dengan denda maksimal Rp 250 juta.

Menanggapi pembacaan dakwaan tersebut, alumnus Hull University, London, itu memilih menerima semua dakwaan. Hal tersebut diungkapkan Dudhie lewat kuasa hukumnya, Amir Karyatin. ''Kami nggak merasa keberatan. Sudah jelas, ngapain diperdebatkan,'' ujar Amir setelah sidang kemarin.

Dia menambahkan, kliennya ingin semua cepat selesai. Yang penting, lanjut dia, pemeriksaan di KPK kooperatif. ''Yakni, memberikan keterangan sejelas-jelasnya,'' tegasnya. Karena tidak ada eksepsi, sidang berikutnya adalah pemeriksaan saksi.

Di tempat terpisah, Tjahjo Kumolo menyatakan tidak tahu-menahu adanya dugaan suap dalam pemilihan Miranda tersebut. ''Soal indikasi uang, saya tidak tahu sebagaimana kesaksian saya. Biarkan pengadilan yang menilai. Yang jelas, secara teknis, tidak akan mencampuradukkan antara fraksi dan proses sidang,'' ungkapnya dalam pesan singkat melalui SMS kemarin.

Sementara itu, Nunun Nurbaeti yang namanya ikut disebut membantah keterlibatannya. Partahi Sihombing, pengacara Nunun, menegaskan bahwa penyebutan nama kliennya itu lebih bernuansa politis. ''Ini jelas ada muatan politis. Kami tidak mengakui itu. Pada saatnya nanti kita buktikan. Jika tidak terbukti, akan melakukan langkah hukum terhadap orang-orang yang menyebut nama klien saya,'' ujar Partani saat dihubungi kemarin.

Sementara itu, menanggapi penyebutan 18 nama penerima cek perjalanan tersebut, KPK akan memperdalam data dan info terbaru kasus itu. Soal peran Nunun, Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. menyatakan bahwa KPK juga akan meneliti lebih lanjut.

''Yang jelas, KPK akan mendalami. Apalagi, Nunun kan pernah dimintai keterangan sebagai saksi. Kita lihat saja perkembangan di pengadilan,'' ungkapnya. (ken/agm)
Sumber: Jawa Pos, 9 Maret 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan