15.000 Pegawai Rawan Pelanggaran

Menkeu Berjanji Lakukan Koreksi Menyeluruh

Jumlah pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang rawan terhadap pelanggaran diperkirakan sebanyak 15.000 orang. Mereka adalah pegawai yang berhubungan langsung dengan wajib pajak. Saat ini ada 32.000 pegawai yang bekerja di Ditjen Pajak.

Sementara itu, sudah ada 10 orang di Direktorat Keberatan dan Banding yang dibebastugaskan. Posisi mereka diganti petugas pajak lain dari tenaga pengkaji sehingga pelayanan kepada masyarakat tetap berlanjut.

”Di bidang pemeriksaan ada 4.500 orang, account representative (pegawai yang melayani keluhan wajib pajak) ada 5.000 orang, ditambah juru sita hingga penelaah, semua bisa 15.000 orang,” ungkap Dirjen Pajak Mohammad Tjiptardjo di Jakarta, Selasa (30/3).

Sementara itu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya menetapkan Mei 2010 sebagai batas waktu koreksi menyeluruh pada kebijakan pemeriksaan dan pelayanan kepada wajib pajak.

Batas waktu ini, terutama, berlaku pada Komite Pengawas Perpajakan (KPP) yang dituntut menyelesaikan penyusunan desain koreksi tersebut.

Pemantauan dini tak jalan

Hingga batas waktu itu, frekuensi rapat pimpinan di Kementerian Keuangan akan ditingkatkan untuk mengetahui perkembangan yang terjadi.

Beberapa hal yang harus menjadi fokus KPP adalah mengetahui apakah ada sistem yang tidak berjalan di internal Ditjen Pajak sehingga menyebabkan pemantauan dini tidak berjalan dan berujung pada terungkapnya kasus Gayus Tambunan.

KPP juga harus memperdalam situasi di titik-titik rawan korupsi di Ditjen Pajak. ”Apakah ada masalah pada saat rekruitmen pegawainya? Apakah kesalahan ini terjadi secara massal? Ini adalah tugas berat KPP. Oleh karena itu, saya akan mengupayakan agar KPP memiliki satu unit kerja yang memadai untuk melakukan tugasnya,” ujar Sri Mulyani.

KPP diminta melihat kembali beban kerja Pengadilan Pajak. Hal itu disebabkan salah satu masalah yang muncul saat ini adalah besarnya jumlah sengketa pajak di Pengadilan Pajak, yakni 12.000 kasus per tahun. Namun, kasus yang bisa diselesaikan hanya 4.500 kasus per tahun.

Sri Mulyani mengakui, peringatan dini yang bisa menunjukkan akan terjadinya pelanggaran perpajakan oleh aparat Ditjen Pajak, seperti dilakukan Gayus Tambunan, tidak berfungsi di Kementerian Keuangan.

”Mengapa alarm tidak berbunyi? Itu yang harus kami evaluasi dan cari penyebabnya. Kami juga harus membangun sistem peringatan dini yang lebih kuat agar peristiwa Gayus ini tidak terulang,” ungkapnya.

Ketua KPP Anwar Suprijadi menyebutkan, setidaknya ada 12 titik rawan korupsi di Ditjen Pajak yang berpotensi digunakan oleh pegawai nakal dan korup untuk melakukan pelanggaran administrasi hingga pidana.(OIN)
Sumber: Kompas, 31 Maret 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan