Anggota DPR Harus Berhenti Menghabiskan Anggaran untuk Tunjangan Perumahan

Sumber: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww
Sumber: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww

Total pemborosan anggaran oleh anggota DPR untuk tunjangan perumahan berkisar Rp1,36 triliun hingga Rp2,06 triliun dalam jangka waktu lima tahun ke depan. 

Pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR menuai polemik. Hal ini merupakan imbas dari adanya surat Setjen DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024 yang telah ditandatangani pada 25 September 2024 lalu. Salah satu poin yang disampaikan dalam surat tersebut yakni anggota DPR periode 2024-2029 akan diberikan Tunjangan Anggota Perumahan dan tidak diberikan fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA).

Indonesia Corruption Watch (ICW) memandang bahwa kebijakan tersebut merupakan bentuk pemborosan uang negara dan tidak berpihak pada kepentingan publik. Informasi detail terkait pemborosan uang yang dimaksud, didapat dengan membandingkan antara pola belanja untuk pengelolaan RJA pada periode 2019-2024 dengan penghitungan tunjangan perumahan bagi anggota DPR selama satu periode.

ICW melakukan penelusuran terhadap belanja pengadaan oleh Sekretariat Jenderal DPR melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). ICW menelusuri pengadaan DPR menggunakan sejumlah kata kunci yakni Rumah Jabatan Anggota, RJA, Kalibata, dan Ulujami pada periode 2019-2024. Hasilnya, terdapat 27 paket pengadaan dengan total kontrak senilai Rp374,53 miliar. Dua paket di antaranya dilakukan pada tahun 2024 untuk pemeliharaan mekanikal elektrikal dan plumbing dengan total kontrak sebesar Rp35,8 miliar. Hal ini menunjukan bahwa telah ada perencanaan yang dirancang agar anggota DPR dapat menempati RJA. 

Sementara itu, ICW juga menghitung tunjangan yang nantinya akan didapatkan oleh 580 anggota DPR selama 2024-2029. Berdasarkan penelusuran dari sejumlah media, Indra Iskandar selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR menyampaikan bahwa per bulan anggota DPR akan menerima tambahan tunjangan untuk perumahan sekitar Rp50-70 juta. Jika dikalkulasi, maka hasilnya sebagai berikut:

  1. Tunjangan yang diberikan sebesar Rp50 juta:

580 x Rp50 juta x 60 bulan = Rp1,74 triliun

  1. Tunjangan yang diberikan sebesar Rp70 juta:

580 x Rp70 juta x 60 bulan = Rp2,43 triliun

Apabila ketentuan ini diteruskan, maka ada pemborosan anggaran sekitar Rp1,36 triliun hingga Rp2,06 triliun dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Perhitungan tersebut didapatkan dari pengurangan antara tunjangan yang didapatkan oleh anggota DPR selama lima tahun dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki RJA menggunakan mekanisme pengadaan. Selain itu, ICW menduga bahwa kepentingan tersebut tidak memiliki perencanaan sehingga patut diduga gagasan pemberian tunjangan hanya untuk memperkaya anggota DPR tanpa memikirkan kepentingan publik.

Dalam wacana pemberian tunjangan rumah dinas ini, argumentasi utama Sekjen DPR juga berkaitan dengan fleksibilitas bagi anggota dewan dalam mengelola dan memilih rumah dinasnya sendiri. Sedangkan pemberian fasilitas rumah dinas bagi anggota DPR harus dilihat dari esensi awalnya, yaitu sebagai fasilitas yang dimaksudkan untuk menunjang kinerja mereka. Dalam peralihan dari pemberian rumah fisik menjadi tunjangan, akan sulit mengawasi penggunaan tunjangan tersebut untuk kebutuhan yang sesuai. Terlebih tunjangan tersebut ditransferkan secara langsung ke rekening pribadi masing-masing anggota dewan. Minimnya akses pengawasan ini pada akhirnya tak hanya berdampak pada pemborosan anggaran tetapi juga potensi penyalahgunaan.

Pada sisi lain, tunjangan rumah dinas ini berasal dari anggaran negara yang bersumber dari pajak masyarakat. Aspek pengelolaan dan pertanggungjawabannya memiliki urgensi yang lebih penting dibanding sekadar fleksibilitas sebagaimana diargumentasikan oleh Sekjen DPR.

Oleh sebab itu, ICW mendesak agar:

  1. Sekretaris Jenderal DPR mencabut surat Setjen DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024 yang salah satu poinnya berkaitan dengan pemberian tunjangan perumahan DPR.
  2. Anggota DPR tetap menggunakan RJA tanpa adanya pemberian tunjangan perumahan.
  3. Sekretaris Jenderal DPR melakukan perbaikan terhadap rumah yang rusak disertai dengan proses pengadaan yang transparan dan akuntabel.

Indonesia Corruption Watch
10 Oktober 2024

 

Narahubung

Seira Tamara (Staf Divisi Korupsi Politik)
Wana Alamsyah (Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan