Presiden Joko Widodo Harus Coret Capim KPK Bermasalah

Hasil Kerja Pansel Buruk Bagi Pemberantasan Korupsi
foto jawapos.com
foto jawapos.com

Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) telah memberikan 10 nama kepada Presiden Joko Widodo. Dari nama-nama yang disampaikan kepada Presiden, sayangnya masih terdapat beberapa nama yang diduga memiliki rekam jejak buruk dan tidak berintegritas. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa dirinya meminta masukan dari publik mengenai hasil seleksi yang telah dilakukan oleh Pansel Capim KPK. Ia menyatakan bahwa tidak akan mengambil keputusan secara tergesa-gesa sehingga perlu adanya ruang bagi publik memberikan catatan terhadap nama-nama yang telah diseleksi oleh Pansel Capim KPK. Namun amat disayangkan Pansel KPK justru menyebutkan seakan-akan 10 nama yang sudah disetorkan ke Presiden langsung mendapat persetujuan oleh Presiden. 

Penting untuk diketahui bahwa dasar hukum pembentukan Pansel adalah Keputusan Presiden. Untuk itu maka Presiden mempunyai hak penuh untuk mengevaluasi kinerja Pansel dan menolak calon-calon tertentu jika ditemukan potensi masalah di masa yang akan datang. Selain dari itu jika calon bermasalah terpilih menjadi Komisioner KPK juga akan memberikan citra negatif bagi pemerintah di era Presiden Joko Widodo. 

Presiden berdasarkan UU memiliki waktu paling lambat 14 hari sebelum masuk pada fase fit and proper test DPR. Untuk itu penting bagi Presiden agar dapat mendengar seruan publik yang merasa ada persoalan serius dalam proses penjaringan Pimpinan KPK ini. Mulai dari PBNU, Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif, Romo Benny, Prof Mahfud MD, Romo Magnis, dan lain sebagainya beberapa waktu lalu telah berbicara yang pada intinya sangat mengharapkan agar Presiden dapat benar-benar selektif dan meletakkan indikator integritas dan bersih secara rekam jejak menjadi prioritas penilaian. 

Penting juga saat ini jika Presiden dapat bertemu langsung dengan KPK untuk mendapatkan informasi terkini terkait 10 nama tersebut. Karena bagaimanapun KPK harus diletakkan sebagai pihak yang paling berkepentingan, karena beberapa waktu lalu sangat disesalkan ketika ada penolakan dari Pansel untuk bertemu dengan KPK yang pada saat itu ingin menjelaskan beberapa poin penting terkait temuan 20 nama pendaftar. 

Atas dasar narasi di atas ada dua hal yang menjadi catatan Koalisi Kawal Capim KPK terkait dengan 10 nama yang diumumkan oleh Pansel. Pertama, Pansel Capim KPK tidak mengindahkan masukan dari publik. Misal, dugaan ketidakpatuhan pelaporan harta kekayaan, dugaan pelanggaran kode etik, dugaan memperlambat penanganan perkara, hingga dugaan penerimaan gratifikasi. 

Kedua, Pansel Capim KPK sebagai perpanjangan tangan Presiden tidak mampu dalam menyaring para kandidat yang memiliki integritas dan berkompeten dalam pemberantasan korupsi. Malah, Pansel Capim KPK cenderung memberikan kemudahan terhadap calon tertentu ketika proses wawancara dan uji publik. Hal tersebut dapat terlihat dari pertanyaan yang diberikan oleh Pansel Capim KPK kepada calon ketika mengklarifikasi tentang laporan harta kekayaan. Pansel tidak menanyakan secara detil alasan ketidakpatuhan Capim KPK dalam melaporkan harta kekayaan. 

Oleh karena itu, Koalisi Kawal Capim KPK mendesak agar:

1.  Presiden harus melakukan evaluasi terhadap kinerja Pansel Capim KPK karena tidak mampu untuk menjaring Capim KPK yang memiliki rekam jejak baik;

2.  Presiden harus mencoret nama-nama yang diduga mempunyai persoalan integritas;

3.  Presiden perlu mempertimbangkan masukan dari para tokoh dan masyarakat terkait dengan integritas yang dimiliki oleh Capim KPK.

Jakarta, 3 September 2019
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Seleksi Capim KPK
AJI Indonesia, GKA, HWDI, KPBI, KASBI, SGBN, KSN, PPI, Sindikasi, Purple Code, Remotivi, Lentera HAM, LMND-DN, Perempuan Mahardika, FBTPI, Pemuda Pegiat Kamisan, Youth Proactive, SERBUK, LBH Pers, BEM UI, SP Danamon, Paralegal Komunitas LBH Jakarta, ICW, YLBHI, Kontras, Transparansi Internasional Indonesia, AMAR, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, PUKAT UGM, PUSAKO Universitas Andalas, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, LAKPESDAM NU, Gusdurian, Paritas Institute, LBH Banda Aceh, LBH Medan, LBH Padang, LBH Palembang, LBH Pekanbaru, LBH Bandar Lampung, LBH Bandung, LBH Semarang, LBH Yogyakarta, LBH Surabaya, LBH Bali, LBH Makassar, LBH Palangkaraya, LBH Manado, LBH Papua dan segenap masyarakat dan rakyat Indonesia
 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan