Calon Kapolri Diingatkan agar Tidak Terjebak Kepentingan Politis
Naik Pangkat, Tunggub Sinyal Mutasi September
Maraknya lobi calon Kapolri diakui sejumlah purnawirawan Polri. Mereka mengingatkan agar para kandidat tidak terjebak dalam kepentingan politis. Namun, mereka harus lebih mengutamakan prestasi dan tanggung jawab untuk menjaga nama baik Korps Bhayangkara.
''Polri adalah institusi yang harus bebas dari politik. Jangan mau diintervensi oleh kepentingan pihak luar,'' ujar sesepuh purnawirawan Polri Nugroho Djajoesman di Jakarta kemarin (2/8).
Mantan Kapolda Metro Jaya itu mengingatkan agar setiap calon Kapolri menjaga soliditas satuan. ''Tidak perlu saling mencari dukungan dengan jalur-jalur politik. Pecaya saja pada integritas dan kemampuan pribadi,'' tegasnya.
Purnawirawan berbintang tiga itu menilai, siapa pun yang akan maju sebagai calon TB-1 (Tri Brata 1, sandi Kapolri) harus punya rekam jejak yang bersih. ''Kita yakin, Polri punya kader-kader terbaik,'' kata Nugroho.
Di tempat terpisah, mantan Kapolri Jenderal Polisi (pur) Chairuddin Ismail berpesan agar Polri lebih arif menyikapi kritik-kritik menjelang pergantian Kapolri pada Oktober mendatang. ''Saya sudah ngomong ke mereka (kepolisian). Bagaimanapun, mereka kan adik-adik saya,'' ungkap Kapolri era Presiden Gus Dur itu.
Chairuddin juga mengaku kaget ketika mendengar kabar tentang beberapa perwira polisi yang memiliki rekening gendut. Menurut dia, tugas kepolisian adalah mengklarifikasi kepada publik mengenai hal yang sebenarnya terjadi, jangan sampai ditutup-tutupi sehingga menjadi pertanyaan publik.
''Waktu saya menjadi Kapolri, ngumpulin Rp 10 miliar saja susahnya setengah mati. Kalau ada yang sampai punya Rp 500 miliar, hebat sekali mereka,'' ucapnya dengan nada tegas.
Anggota Komisi Hukum DPR Nasir Djamil menilai, dukungan para purnawirawan untuk adik-adik juniornya menjelang pergantian Kapolri tersebut adalah wajar. ''Saya sering terima SMS dukungan itu,'' katanya di Jakarta kemarin.
Ketua Pokja Fraksi PKS Komisi III DPR tersebut memperlihatkan salah satu SMS yang diterima. Isinya: ''Salam hormat. Kami mendukung dicalonkannya jenderal XXX (sengaja disamarkan, Red) sebagai calon Kapolri. Rekam jejaknya sudah teruji dan dicintai anggota. Mohon menjadi periksa. Ttd Komjen Pur XXX.''
Menurut Nasir, SMS yang diterima tak hanya berasal dari purnawirawan. ''Banyak juga yang dari anggota aktif. Biasanya, di belakang ditulis pangkat dan nama, lalu instansi dinasnya. Ya, saya anggap itu aspirasi. Jadi, wajar-wajar saja,'' ujarnya.
Politikus asal Aceh itu menyebutkan, saat ini ada tiga nama yang sangat kuat dan berpotensi menggantikan Bambang Hendarso Danuri (BHD). ''Pak Nanan, Pak Oegroseno, dan Pak Imam Sudjarwo,'' ungkap Nasir.
Dirinya akan mengusulkan kepada fraksinya, yakni Fraksi PKS, agar tiga nama tersebut menjadi prioritas. ''Tapi, jangan salah. Kami menerima usul dari presiden. Jadi, nanti Kompolnas ke presiden, lalu presiden ke DPR. Nah, kalau tiga nama itu diusulkan, berarti cocok,'' katanya lantas tersenyum.
Menurut dia, salah satu parameter untuk menilai siapa yang paling berpeluang dijagokan sebagai calon Kapolri adalah melihat mutasi sebulan mendekati pergantian, yakni September. ''Kalau dia bintang dua, lalu mendapat promosi jabatan jadi bintang tiga, itu dia,'' katanya.
Di antara tiga nama yang disebut Nasir tersebut, Oegroseno dan Imam memang masih berbintang dua. ''Sangat tidak lazim presiden menyetorkan nama seorang perwira tinggi yang masih bintang dua. Biasanya akan dinaikkan dulu setingkat,'' tuturnya.
Bagaimana dengan mitos JI (suku Jawa, agama Islam) sebagai syarat calon Kapolri baru? Nasir mengakui mitos-mitos itu selalu membayangi setiap pergantian. ''Tapi, seharusnya yang dilihat adalah kompetensi dan angkatannya agar terjadi regenerasi,'' jelasnya.
Di tempat terpisah, peneliti kepolisian Neta Sanusi Pane mengungkapkan, dari hasil riset di internal kepolisian, ada tiga nama yang saat ini sangat kuat mendapat kepercayaan. Yakni, Nanan Soekarna, Timur Pradopo, dan Oegroseno. ''Saya bicara data dan fakta. Sebab, saya bukan tim sukses,'' tegasnya kemarin.
Penulis buku Jangan Bosan Kritik Polisi itu menyebutkan, Nanan sangat berpeluang karena dinilai dekat dengan Kapolri sekarang, BHD. ''Saat terjadi insiden demonstrasi anarkistis di Sumut, Nanan tidak dihukum, tapi diselamatkan menjadi Kadivhumas. Dari posisi itu, dia semakin dikenal publik,'' jelasnya.
Nanan juga sudah berbintang tiga dan merupakan lulusan terbaik Akpol 1978. ''Dari penelitian kami, satu-satunya yang mengganjal dia hanya demonstrasi yang memakan korban ketua DPRD itu,'' kata ketua presidium Indonesia Police Watch tersebut.
Lalu, ada Timur Pradopo. Kapolda Metro Jaya itu juga punya sederet rekam jejak positif. ''Tapi, dia pernah menjabat Kapolres Jakarta Barat saat 1998. Tahun itu, terjadi peristiwa penembakan Semanggi,'' ujarnya.
Lalu, yang terbaru, Timur masih punya pekerjaan rumah untuk mengusut kasus pelemparan molotov di kantor Tempo dan pembacokan aktivis ICW Tama Satriya Langkun. ''Kalau itu bisa segera diselesaikan, namanya akan harum,'' tegasnya.
Figur ketiga adalah Irjen Oegroseno. ''Dari polling internal, dia paling didukung,'' kata Neta. Oegro sekarang menjabat Kapolda Sumatera Utara. ''Dia punya integritas tinggi dan tegas,'' ucapnya.
Salah satunya, saat menjabat Kadivpropam, Oegro berjanji mengusut dugaan rekayasa kasus Aan oleh penyidik. Aan adalah korban penganiayaan karena tidak mau membuat BAP palsu yang diperintah orang kantornya terkait kasus kepemilikan senjata tajam yang dialami bos Aan.
Entah bagaimana, Aan dipukul dan tiba-tiba polisi serta karyawan perusahaan menemukan narkoba di badannya. Akibatnya, Aan masuk bui per 15 Desember 2009 di Polda Metro Jaya sebelum akhirnya dinyatakan bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. ''Tapi, belum sempat diusut Pak Oegro, beliau sudah dipindahkan ke Sumatera Utara,'' katanya.
Bagaimana tanggapan para perwira yang disebut-sebut menjadi calon Kapolri itu? Timur Pradopo yang berkali-kali ditanya wartawan di kantornya soal pencalonan Kapolri enggan menjelaskan. ''Saya tidak mau berpendapat soal itu. Kalau soal keamanan Jakarta, ayo tanya apa saja,'' ujarnya.
Begitu pula Nanan Soekarna. Jenderal berbintang tiga yang selalu membalas SMS wartawan itu mendadak irit komentar saat ditanya soal nominasinya menggantikan BHD. ''Kita serahkan saja sama Yang Di Atas," katanya.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang meminta agar publik menghentikan spekulasi soal nominasi calon Kapolri. ''Yang penting, dia harus perwira aktif dan senior. Mekanismenya sudah ada. Jadi, ditunggu saja,'' tegasnya. (rdl/kuh/c5/iro)
Sumber: Jawa Pos, 3 Agustus 2010