Partai Potensial Lemahkan KPK Lewat RUU KUHP dan RUU KUHAP
Enam dari sembilan parpol di Dewan Perwakilan Rakyat masih ngotot ingin melanjutkan pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP, meski telah ditolak Komisi Pemberantasan Korupsi dan berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi.
Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini masih dalam posisi yang mengkhawatirkan. Sebab, mayoritas partai politik di Senayan tetap bersikukuh melanjutkan proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Mayoritas parpol ingin kedua RUU ini rampung pada DPR periode 2009-2014.
Padahal, Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mengirim surat ke DPR dan Presiden SBY agar pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP dihentikan pada periode ini. Alassannya, waktu terlalu sempit, sementara banyak isi dua RUU yang belum dibahas dan dinilai bermasalah.
KPK juga mengusulkan isi RUU KUHAP dan RUU KUHP diperbaiki dulu oleh pemerintah, baru kemudian dibahas oleh DPR periode 2014-2019.
Sebelumnya, ICW mencatat 12 butir dalam RUU KUHAP yang berpotensi melemahkan KPK dan penegak hukum lainnya dalam pemberantasan korupsi (baca di sini).
Selain itu, ketentuan tindak pidana korupsi dimasukkan dalam RUU KUHP. Ini menjadikan korupsi bukan lagi kejahatn luar biasa, dan meniadakan wewenang penindakan KPK dalam memberantas korupsi.
Resiko konflik kepentingan
Masalah lainnya adalah potensi konflik kepentingan Ketua Pantia Kerja RUU dan para anggota Panja DPR soal RUU KUHAP dan RUU KUHP dengan KPK. Pasalnya, beberapa anggota Panja dan juga partai mereka terkait dengan sejumlah perkara korupsi yang sedang ditangani KPK.
Belum lagi, sebanyak 26 dari 27 anggota Panja RUU KUHAP dan RUU KUHP kembali nyaleg pada Pemilu Legislatif 2014 kemarin, untuk DPR periode 2014-2019. Lihat nama-nama mereka di sini.
“Fokus mereka tidak lagi pada subtansi RUU KUHAP dan RUU KUHP namun lebih berkonsentrasi pada pemenangan pemilu untuk mereka pribadi dan juga partai,” tutur Peneliti ICW Emerson Yuntho akhir Maret lalu, di Jakarta.
Bagaimana sikap parpol?
ICW telah melakukan pemetaan awal sikap partai-partai politik soal kelanjutan pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP.
“Pemetaan ini dilakukan berdasarkan pengamatan ICW dari pernyataan sejumlah tokoh kunci dari Sembilan parpol yang ada di DPR,” kata Emerson (lihat lampirannya di sini).
Hasil pemetaan menunjukkan enam partai politik tetap ingin lanjut membahas RUU KUHAP dan RUU KUHP pada periode ini, yaitu: Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Hanura.
Hanya dua partai politik yang menyatakan pembahasan dua RUU ini tidak perlu diteruskan, yaitu Partai Gerindra dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sementara sikap Partai Kebangkitan Bangsa belum jelas, apakah melanjutkan atau tidak. Berikut tabel pemetaan sikap partai politik atas kelanjutan pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP.
Partai |
Lanjutkan |
Tidak Dilanjutkan |
Tidak Jelas |
GOLKAR |
V |
||
DEMOKRAT |
V |
||
PDIP |
V |
||
PKS |
V |
||
PAN |
V |
||
PPP |
V |
||
PKB |
V |
||
HANURA |
V |
||
GERINDRA |
V |
Tabel 1. Pemetaan sikap partai politik atas kelanjutan pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP.
Dok. ICW diolah dari berbagai sumber
Emerson menyatakan prihatin terhadap sikap parpol yang tetap mendukung kelanjutan pembahasan pada periode DPR 2009-2014 ini, meskipun telah ditolak KPK dan banyak pihak lainnya.
“Sikap parpol (yang mendukung kelanjutan proses pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP) tidak saja dapat dimaknai sebagai “parpol melawan balik KPK”, namun lebih jauh juga dapat ditafsirkan pada upaya sistematis pelemahan KPK dan diragukannya komitmen antikorupsinya,” kata Emerson.
Menurut Emerson, posisi Parpol yang tidak mendukung KPK dan atau berupaya melemahkan KPK akan sangat merugikan parpol itu sendiri, dan menyulitkan parpol untuk mendulang simpati dalam Pemilu 204.
Oleh sebab itu, ICW mendesak tujuh partai politik, yaitu: Golkar, Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan Hanura (uang mendukung kelanjutan pembahasan dua RUU ini), serta PKB (yang belum bersikap secara jelas soal kelanjutan pembahasan dua RUU ini), untuk mengubah atau menyatakan sikap mereka untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP pada periode DPR 2009-2014 ini.
Partai politik yang mendukung kedua RUU ini tetap dibahas, menurut Emerson, berpotensi dipandang publik sebagai pendukung pelemahan KPK dan pemberantasan korupsi.
Sejumlah tokoh, akademisi, dan pimpinan penegak hukum juga meminta proses pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP dihentikan atau ditunda hingga periode DPR berikutnya. Unduh di sini.
Kutipan pernyataan sejumlah politisi dari berbagai partai politik terhadap pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP dapat dibaca di sini.
Daftar para anggota Panitia Kerja RUU KUHP dan RUU KUHAP yang kembali mencalonkan diri dalam Pemilu Legislatif 2014 lalu, dapat dilihat di sini.