Antikorupsi.org, Jakarta, 27 April 2016 – Peserta didik dalam proses pembelajaran harus didorong untuk belajar secara mandiri. Hal ini diantaranya dapat dilakukan dengan mengubah peran guru yang selama ini umum berlaku.

Selama ini, guru kerap memposisikan diri sebagai pihak yang harus selalu diikuti oleh para siswa. Peran guru seperti itu membuat proses pembelajaran dimulai dengan ketidaksetaraan.

“Ketidaksetaraan ini membuat siswa berpikir, saya butuh guru, karena saya tidak mampu belajar sendiri,” jelas Kimura P. Tamba, Guru sekaligus pembicara dalam bedah buku karya tokoh filsafat Prancis Jacques Ranciere, ‘The Ignorant School Master’ di Kantor ICW, Rabu, 27 April 2016.

Pola pikir guru yang merasa harus selalu menjelaskan hal kepada siswa dan beranggapan siswa harus selalu dituntun, menunjukkan bahwa guru tidak memiliki kepercayaan kepada siswa. Siswa dianggap tidak bisa melakukan pembelajaran sendiri.

“Siswa butuh saya, karena mereka tidak mampu belajar sendiri,” tambah Kimura.

Hal itu akan berefek pada diri siswa. Bagi siswa, mereka akan kehilangan dorongan untuk belajar mandiri, “Guru jadi membatasi ruang belajar.”

Pengamat Pendidikan, Jimmy Paat, mengatakan buku karya Jacques Ranciere dapat menjadi kritik bagi pola pembelajaran yang umum dilakukan. Guru sebaiknya tidak begitu banyak memberi penjelasan dan memberi ruang luas bagi siswa. Hal itu diistilahkan Ranciere sebagai Mitos Pedagogis.

“Semakin banyak dijelaskan, semakin bingung,” kata dosen Universitas Negeri Jakarta itu.

Kimura menambahkan, persoalan pendidikan sebaiknya tidak terjebak pada metodologi mengajar. Yang terpenting, guru harus merubah pola pikir dan perannya dalam proses pembelajaran.

“Tugas guru hanya menjaga atensi, tidak ada intervensi apapun,” tutup Kimura.

Hadir pula dalam diskusi tersebut sebagai pembicara Guru yang telah menginterpretasikan buku ‘The Ignorant School Master’ Lilies Marliani, dan aktivis pendidikan dari Sekolah Tanpa Batas Bambang Wisudo sebagai moderator.

(Egi)