Petisi Tolak Remisi Koruptor Tembus 10 Ribu Pendukung

Antikorupsi.org, Jakarta, 6 September 2016 – Penolakan publik terhadap wacana aturan remisi bagi koruptor semakin kencang. Hal itu diantaranya terlihat melalui petisi daring di laman change.org bertajuk “Tolak Kebijakan Obral Remisi Untuk Koruptor”.

Dalam pantauan antikorupsi.org, hingga Selasa, 6 September 2016, pukul 11.00, petisi yang menolak wacana aturan remisi melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Warga Binaan telah mendapat 10.768 dukungan. Jumlah tersebut masih terbuka kemungkinan untuk bertambah.

“Nangkapnya aja susahnya minta ampun. Pas udah masuk, eh malah dimudahkan untuk keluar!” keluh Delliani Mutiara, salah satu pendukung petisi dalam kolom komentar di laman petisi.

Rizal Mandala Putra, pendukung lainnya mengatakan, hukuman bagi koruptor semestinya diperberat, bukan dipermudah. “Justru hukuman untuk para koruptor tidak boleh mendapat remisi. Kalau perlu diperberat,” ujarnya.

Petisi juga mendapat dukungan dari Alissa Wahid, putri mantan presiden Abdurrahman Wahid. Ia turut mengajak publik untuk turut menyampaikan penolakan melalui portal petisi tersebut. “Tuips sudah mengisi inikah? Kita maunya hukuman untuk koruptor diperberat bukan diremisi kan?” tulis dia melalui cuitan dalam Twitter, 3 September 2016 lalu.

Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM merancang revisi aturan remisi bagi narapidana melalui RPP Warga Binaan. Aturan remisi sebelumnya tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly seperti dilansir tempo.co menampik bahwa RPP merupakan bentuk peringanan bagi koruptor. "Orang-orang mikirnya seolah-olah kami mau meringankan koruptor. Cara berpikirnya saya tak suka, seolah-olah mau bagi-bagi remisi," katanya Senin, 22 Agustus lalu.

Adapun Lima Guru Besar yaitu Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, Prof. Dr. Hibnu Nugroho, Prof. Rhenald Kasali, Ph.D, Prof. Dr. Sulistyowati Irianto, dan Prof. Dr. Marwan Mas, M.H, telah menyampaikan penolakan melalui surat keberatan kepada Presiden RI Joko Widodo, Senin 5 September kemarin.

(Egi)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan