In-Depth Analysis: Dua tahun Jokowi-JK: Pemberantasan Korupsi Masih Anak Tiri

Ada 6 catatan penting hasil penilaian ICW terhadap 2 tahun pemerintahan Jokowi-JK yaitu (1) Kinerja Penindakan Perkara Korupsi; (2) Agenda Reformasi di Kejaksaan dan Kepolisian; (3) Kebijakan terkait dengan pemberantasan korupsi; (4) dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi; (5) Pernyataan pemberantasan korupsi Jokowi-JK; dan (6) pelaksanaan program Nawacita bidang pemberantasan korupsi.

Hasil pemantauan tren korupsi selama tahun 2015 dan semester pertama 2016 menunjukkan penurunan kinerja penindakan hukum perkara korupsi. Ada beberapa hal yang bisa dianggap menjadi penyebab penurunan ini diantaranya efek dari konflik antara KPK dan POLRI sejak kriminalisasi pimpinan KPK. Selain itu, penurunan kinerja terjadi karena adanya penurunan dana penindakan dalam anggaran. Penyebab lainnya adalah kebijakan Inpres No. 1 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional atau yang lebih dikenal sebagai Inpres antikriminalisasi.

Sementara itu, agenda reformasi Kejaksaan dan Kepolisian belum terlihat. Kinerja dua penegak hukum ini menurun pada tahun kedua pemerintahan Jokowi-JK. Pada semester dua 2015, hanya 17% dari 911 kasus yang disidik ditindaklanjuti ke tahap penuntutan. Sisanya, yakni 82% kasus korupsi belum ada perkembangan. Padahal sejak Januari 2015, Kejaksaan telah membentuk satuan tugas khusus (Satgasus) untuk menangani kasus korupsi. Namun masih banyak kasus korupsi besar mengendap dan belum ada kejelasan proses hukumnya. Bahkan kasus korupsi rekening gendut yang melibatkan 10 kepala daerah dihentikan oleh Kejaksaan. Selain itu, tuntutan jaksa untuk koruptor masih sangat rendah sehingga tidak ada efek jera untuk koruptor. Sedangkan reformasi kepolisian belum dapat dinilai terutama karena baru dilantiknya Kapolri Tito Karnavian.

Dari sisi regulasi, Jokowi-JK belum memunculkan paket kebijakan yang mendukung pemberantasan korupsi secara komprehensif. Belum ada paket kebijakan penegakan hukum bahkan RUU Perampasan Aset, RUU Perampasan Aset, RUU Kerja Sama Timbal Balik (MLA), dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai masih dalam antrian untuk dibahas.

Sementara itu, Jokowi-JK sering terlihat tidak sejalan terutama dalam merespon kejadian terkait penegakan hukum. Hasil temuan ICW menunjukkan bahwa dari 49 penyataan Jokowi-JK selama kurun waktu dua tahun, Jokowi merespon positif dan JK cenderung tidak mendukung KPK. Misalnya terkait remisi koruptor, Jokowi memberikan pernyataan bahwa remisi koruptor tidak diperlukan. Bertolak belakang dengan Jokowi, JK dan Menteri Hukum dan HAM menyatakan bahwa remisi perlu diberikan kepada koruptor.

Terakhir, pelaksanaan NAWACITA pemberantasan korupsi masih belum terlihat. Dalam NAWACITA terdapat 15 agenda pemberantasan korupsi, termasuk upaya mewujudkan sistem dan penegakan hukum yang berkeadilan dalam kebijakan penegakan hukum. Namun, dalam dua tahun terakhir ini, regulasi yang mendukung belum masuk prolegnas. Dengan berbagai catatan ini, publik tentu berharap Jokowi-JK mulai dapat menempatkan diri mereka sebagai panglima dalam pemberantasan korupsi sehingga kepercayaan publik terhadap pemerintah juga akan semakin kuat.***

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan