In-Depth Analysis: Kunjungan Kerja Pansus RUU Pemilu: Pemborosan?

Anggota DPR lagi-lagi melakukan pemborosan anggaran. Kali ini, panitia khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum serentak (Pansus RUU Pemilu) melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Jerman dan Meksiko pada 11-16 Maret mendatang. Jerman dipilih sebagai contoh penggunaan e-voting sedangkan Meksiko karena memiliki badan peradilan khusus yang menangani permasalahan pemilu.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat nomor 1 tahun 2014, Pasal 145, menjelaskan bahwa dalam rangka penyusunan rancangan undang-undang, panitia khusus (pansus) dapat mengadakan kunjungan kerja ke luar negeri dengan anggaran DPR dan persetujuan pimpinan DPR. Namun kunjungan tersebut harus memperhatikan paling tidak tiga hal yaitu, urgensinya, kemanfaatannya, dan keterkaitan negara tujuan dengan materi rancangan undang-undang.

Mengingat tenggat waktu pengesahan RUU pemilu serentak adalah April atau paling lambat Mei mendatang, maka kunjungan kerja ke dua negara tersebut menjadi tidak efisien dan efektif dari segi waktu maupun biaya. Pertama, sejak ditetapkan pada 28 Oktober 2016 lalu hingga saat ini, pansus yang diketuai oleh Lukman Edy baru membahas 77 dari total 2885 poin dari daftar inventarisasi masalah penyelenggaraan pemilu (Kompas Cetak, 1 Maret 2017, Pimpinan DPR akan Evaluasi). Diantaranya pembahasan terkait dengan kemungkinan pemilihan menggunakan e-voting, ambang batas parlemen, ambang batas presiden, penghitungan konversi dari suara ke bangku legislatif dan sistem pemilu legislatif antara proposional terbuka atau tertutup. Masih banyak hal yang perlu dibahas oleh pansus ketimbang melakukan kunjungan kerja.

Kedua, kunjungan kerja efektif yang akan dilakukan pansus hanya sekitar tiga hari di luar perjalanan. Dalam waktu sesingkat itu, dikhawatirkan pansus tidak akan bisa mendalami informasi mengenai sistem pemilu di negara bersangkutan. Belum lagi ditambah pertemuan-pertemuan formal dan sambutan yang akan dihadiri oleh pansus. Ketiga, meskipun tidak semua anggota pansus mengikuti kunjungan kerja, namun tidak ada garansi bagi anggota pansus yang tetap di Jakarta akan membahas RUU pemilu. Pasalnya saat ini DPR dalam masa reses sampai 14 Maret mendatang.

Keempat, anggaran yang dikeluarkan untuk kunjungan kerja tersebut tentu tidak sedikit. Meskipun hingga saat ini belum ada informai mengenai besaran anggaran kunjungan kerja tersebut, namun jika dibandingkan antara informasi yang didapat dengan anggaran yang dikeluarkan sudah dapat dipastikan tidak akan sebanding. Sebab pada dasarnya informasi yang akan dicari oleh pansus dapat diketahui tanpa harus mengunjungi kedua negara tersebut. Misalnya saja dengan mengundang ahli pemilu dari Jerman dan Meksiko ke Indonesia. Tentu anggaran untuk mendatangkan ahli akan lebih kecil ketimbang anggota pansus yang mendatangi negara tersebut.

Ketimbang melakukan kunjungan kerja dengan anggaran yang besar, pansus dapat mempelajari berbagai kajian mengenai pemilu yang telah banyak dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil di dalam negeri atau mengundang ahli yang dianggap memiliki kompetensi mengenai pemilu baik di dalam negeri maupun di negara lain yang sistem pemilunya sudah dapat dikatakan baik. Tentunya hal ini akan jauh lebih efisien dari segi waktu maupun anggaran.

Memandang pentingnya RUU ini – landasan dalam pemilihan umum tahun 2019 yang dilakukan secara serentak untuk pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pemilu presiden dan wakil presiden – maka jika pengesahannya melebihi tenggang waktu tentunya akan menganggu proses persiapan tahapan pemilu yang akan dilakukan pada tahun 2019. (Tari, Ade)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan