Seleksi Hakim Mahkamah Konstitusi

Paska tertangkapnya Hakim Konstitusi Patrialis Akbar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Januari 2017 lalu, Mahkamah Konstitusi membutuhkan Hakim MK untuk mengisi kekosongan posisi yang ditinggalkan Patrialis. Keberadaan Hakim pengganti Patrialis sangat mendesak mengingat akan banyak bermunculan upaya permohonan sengketa Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) dalam waktu dekat.

Posisi tersebut harus segara diisi mengingat komposisi Hakim MK tinggal berjumlah 8 orang. Kondisi ini tentu tidak memungkinkan untuk mengambil keputusan saat menguji permohonan sengketa Pilkada atau pengujian terhadap Undang-Undang. Karena itu Mahkamah Konstitusi meminta Presiden Jokowi untuk segera mencari pengganti Patrialis Akbar. Sebagaimana diketahui, 9 orang Hakim MK dipilih oleh 3 lembaga negara, yaitu Presiden, Mahkamah Agung, DPR. Dalam hal pemilihan pengganti Patrialis Akbar, kewenangan tersebut menjadi milik Presiden mengingat sebelumnya Patrialis Akbar diangkat oleh Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sehingga penggantiannya kini juga menjadi kewenangan Presiden.

Atas permintaan Mahkamah Konstitusi, Presiden Jokowi bergerak cepat dengan menunjuk 5 orang sebagai Panitia Seleksi Hakim MK. Panitia Seleksi diketuai oleh Mantan Hakim MK Harjono, dan beranggotakan Sukma Violetta (Komisi Yudisial), Maruarar Siahaan (Mantan Hakim MK), Todung Mulya Lubis (Advokat), dan Ningrum Sirait (Akademisi). Pantia Seleksi lantas bekerja cepat dengan mengumumkan pendaftaran seleksi hakim MK pengganti Patrialis.

Sediktinya ada 45 orang calon mendaftar dalam seleksi hakim MK. Namun hanya 12 orang yang dinyatakan lulus seleksi administrasi. Keduabelas nama tersebut nantinya akan melalui tahapan seleksi wawancara yang dilakukan oleh Panitia Seleksi. Dalam seleksinya Panitia Seleksi juga menggandeng KPK dalam menelusuri rekam jejak calon Hakim MK.

Untuk menjamin seleksi dilakukan secara terbuka, Panitia Seleksi memberikan kesempatan kepada publik untuk hadir dalam seleksi wawancara. Dalam tahapan ini publik dapat bertanya langsung kepada calon dan menguji komitmen dan integritas calon. Sayangnya, karena mendesaknya waktu seleksi menjadi terkesan dikejar waktu dan mengabaikan aspek kualitas seleksi. Seleksi kurang cukup menggali perspektif dan kualitas calon hakim dalam hal penguasaan terhadap isu-isu yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Hakim MK terpilih nantinya akan dihadapkan dengan banyaknya persoalan kenegaraan. Selain harus menguasai konstitusi, Hakim MK dituntut untuk memahami dan mengikuti perkembangan hukum dan sosial kemasyarakatan. Kedepan harus ada evaluasi pola seleksi hakim MK dengan mengedepankan aspek kualitas. (Arad/Agus)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan