In-Depth Analysis: Bertambah Sesat Hak Angket KPK Karena Profesor

Drama pelemahan KPK melalui hak angket oleh DPR kini semakin kasat mata. Di saat dukungan publik ke KPK makin deras mengalir, sesat pikir panitia khusus (pansus) hak angket kian jauh. Seakan untuk menutup borok pansus di mata masyarakat, ulah pansus makin membabi buta dan semakin kehilangan fokus.

Setelah berniat mengancam memotong anggaran KPK dan kepolisian, rentetan aktivitas pansus makin melenceng dari tujuan awal pembentukannya. Dimulai dari  kunjungan ke napi korupsi di Sukamiskin. Dari pertemuan dengan napi korupsi, anggota pansus mengaku mendengar cerita sangat menyeramkan mengenai proses penanganan hukum oleh KPK.

Kegiatan lain adalah mengundang ahli dan profesor hukum.  Mereka yang diundang bukan berasal dari ratusan guru besar dan dosen yang secara terbuka mendukung KPK. Tapi yang selama ini kerap menyerang lembaga antirasuah tersebut seperti guru besar hukum Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita dan pakar hukum tata negara sekaligus mantan menteri hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra. Alih-alih meluruskan landasan konsep keberadaan pansus hak angket KPK, keduanya justru menjerumuskan kesesatan pansus hak angket KPK makin dalam.

Jauh panggang dari api, sekali saja Romli Atmasasmita memberikan pendapatnya, beberapa pernyataannya langsung mengundang kontroversi. Mantan ketua KPK Taufiqurahman Ruki yang dituduh “mentersangkakan” 36 tersangka korupsi di KPK tanpa bukti cukup langsung membantahnya. Romli pun makin kelihatan cupet kepakarannya.

Selanjutnya Yusril Ihza Mahendra di hadapan pansus menyebutkan bahwa KPK adalah bagian dari eksekutif. Sehingga menurutnya, hak angket bisa dipakai untuk mengevaluasi kebijakan KPK. Kontan saja puluhan ahli tata negara membodoh-bodohkan Yusril. Bahkan Donal Fariz, peneliti ICW mengatakan bahwa dalam Pasal 3 UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK disebutkan, Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Jadi bagaimana KPK bisa dianggap bagian dari eksekutif? Praktisi hukum Todung Mulya Lubis juga konsep Yusril adalah produk pembahasan tradisional mengenai ilmu tata negara.

Jadi pakar dan profesor manalagi yang akan dipanggil oleh pansus untuk memperdalam sesat pikir pansus hak angket KPK DPR? Segeralah insaf wahai pansus, dengan cara membubarkan diri. (Abid/Ade)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan