In-Depth Analysis: Ketika Panitia Angket Pelemahan KPK Mulai Ditinggalkan

Di tengah gencarnya Panitia Khusus Hak Angket untuk KPK bekerja mengumpulkan informasi pelemahan KPK, Partai Gerindra – yang awalnya tergabung dalam Panitia Angket – mengajukan pengunduran diri pada 24 Juli 2017 lalu.

Partai Gerindra melalui juru bicaranya Desmond Mahesa menyatakan tiga alasan mengapa keluar dari Pansus Angket KPK yang diketuai oleh Agun Gunanjar dari Partai Golkar. Pertama, pembentukan Pansus tidak memenuhi syarat sesuai Tata Tertib DPR dan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD. Kedua, Rapat-rapat Pansus Angket dilakukan mendadak tanpa persetujuan seluruh anggota Pansus.  Seperti kunjungan ke Lapas Sukamiskin. Ketiga, Fraksi Gerindra menilai ada oknum-oknum yang berusaha melemahkan KPK dengan adanya Pansus Angket tersebut.

Dengan ditinggalkannya Partai Gerindra, maka praktis Pansus Angket KPK hanya tersisa 6 fraksi di DPR yaitu PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, Hanura, dan PAN. Gerindra bergabung dengan PKS, Demokrat dan PKB yang sedari awal menyatakan menolak mengirimkan wakilnya di Pansus Hak Angket KPK.

Keenam fraksi yang masih tergabung di Pansus Angket KPK tersebut merupakan Partai Politik pendukung Pemerintahan Joko Widodo. Belakangan Partai PAN juga menyatakan bersiap mundur dari Pansus Hak Angket KPK jika dinilai berupaya melemahkan KPK. Kredibilitas Pansus Angket KPK sekarang mulai dieprtanyakan dan merosot jauh ke bawah.

Apa yang dilakukan oleh Partai Gerindra dengan keluar dari Pansus Hak Angket KPK patut diapresiasi. Panitia Hak Angket untuk KPK telah resmi dibentuk oleh DPR sejak Mei 2017 lalu sudah bermasalah sejak awal pembentukannya dan merupakan manuver politik untuk semakin menyudutkan KPK.

Pansus Hak Angket KPK – jika dipaksakan dipastikan tidak akan berjalan secara objektif dan kesimpulan maupun rekomendasinya yang dihasilkan dapat dipastikan akan melemahkan atau membusukkan KPK. Hal ini akibat Panitia angket dinilai sarat akan kepentingan politik, karena beberapa nama yang bergabung dalam kepanitiaan ini diduga menjadi bagian dari pusaran megakorupsi pengadaan KTP-El.

Selain itu Indonesia Corruption Watch (ICW) mempetakan bahwa tidak objektifnya kerja Pansus Hak Angket karena adanya empat konflik kepentingan dengan KPK dibalik Hak Angket ini. Konflik kepentingan ini menyangkut individu anggota Pansus, Komisi DPR, DPR secara institusi hingga Parpol dimana anggota Pansus ini berada.

Kerja Panitia Angket KPK dalam waktu dekat ini akan segera berakhir – karena berdasarkan UU MD3 dibatasi masa kerja mereka hingga 60 hari. Namun demikian masih ada waktu bagi keenam partai politik – pendukung Pemerintahan Jokowi – untuk menarik diri dari Pansus Hak Angket KPK. Jika mereka masih berkeras, maka Presiden Jokowi sebaiknya dapat meminta partai politik pendukungnya membatalkan keterlibatannya dalam Pansus Hak Angket KPK. Komitmen Antikorupsi dari Presiden Jokowi pada akhirnya dipertaruhkan dengan keberadaan partai pendukungnya di Pansus Hak Angket KPK. Jika Pansus Angket KPK masih terus berjalan maka kita perlu mempertanyakan ulang komitmen antikorupsi dari keenam partai tersebut dan Presiden Jokowi. (Emerson/Adnan)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan