Kampanye Antikorupsi Melalui Media Sosial

Kampanye Antikorupsi Melalui Media Sosial
Kampanye Antikorupsi Melalui Media Sosial

Melesatnya pengguna sosial media pada era modern, menuntut ICW segera beradaptasi dengan pola kampanye yang baru. Tahun 2016 menjadi ruang praktikum bagi ICW, untuk menguji seberapa efektif dan strategis penggunaan media sosial dalam menyebarkan nilai – nilai anti korupsi di masyarakat.

Media sosial tidak hanya dipandang sebagai saluran baru untuk menampilkan materi kampanye, tetapi juga media untuk berkolaborasi bersama dengan agen pemberantasan korupsi lainnya. Misalnya seperti musisi, jaringan antikorupsi dan lembaga pemerintah. Pada tahun 2016, ICW menggunakan beberapa platform media sosial, diantaranya twitter, facebook, instagram, youtube dan petisi di www.change.org.

Penggunaan media sosial ICW sendiri menunjukan perkembangan yang cukup signifikan. Sepanjang tahun 2016 ada banyak capaian yang bisa dijadikan bahan pelajaran. Khusus di twitter, materi kampanye yang diproduksi oleh ICW sering kali menjadi trending topic. Diantaranya tagar hari antikorupsi 2016 (#HAKI2016), Tagar Hutan Lestari Tanpa Korupsi, Tagar Lagu Anak Hebat (#LaguAnakHebat), Tagar Guru Antikorupsi (#GuruAntikorupsi), dan Tagar Tolak Remisi Koruptor (#TolakRemisiKoruptor).

Tagar Tolak Remisi Koruptor merupakan kampanye yang paling berhasil ICW melalui media sosial. Tidak hanya masuk dalam daftar trending topic, tetapi juga mampu mendesak pemerintah Joko Widodo untuk menolak revisi peraturan pemerintah, yang melonggarkan pemberian remisi terhadap koruptor. Keberhasilan ini ditentukan oleh banyak faktor, diantara  karena terbangun relasi antara gerakan kampanye online (menggunakan media media sosial twitter dan petisi), dengan gerakan advokasi offline seperti konferensi pers dan aksi di jalanan.

Konten kampanye media sosial bertajuk pemberantasan korupsi lintas generasi, mampu mengajak musisi – musisi tanah air diberbagai genre dan generasi untuk berkontribusi dalam gerakan pemberantasan korupsi. Para musisi tersebut berkontribusi lewat lagu, yang terkompilasi dalam album frekunsi perangkap tikus 2. Sampai dengan tahun 2016, sudah 18 musisi tanah air terlibat dalam kegiatan kampanye ini, diantaranya, Ebiet G. Ade dan Navicula.

Ide berantas korupsi lintas generasi juga mampu menyasar upaya penanaman nilai antikorupsi sejak dini melalui lagu anak hebat. Yaitu album kompilasi lagu anak – anak, yang menceritakan tentang 9 nilai antikorupsi. Kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, keseranian, dan keadilan. Dampak lainnya, gagasan ini mampu membentuk simpul keluarga antikorupsi di 8 daerah.

Daya jangkau kampanye melalui musik ini cukup luas, tidak hanya bertengger dideretan trending topic, tapi juga masuk dalam pemberitaan media televise nasional dan radio secara berulang. Pengaruh kampanye media sosial membuat beberapa media televisi maistream, menayangkan produk kampanye ini secara eksklusif.   

Kampanye sosial media ICW mengajak gerakan anti korupsi ke paradigma yang baru. Tak perlu menjadi menjadi anggota ICW untuk berkontribusi terhadap pemberantasan korupsi. Seorang seorang guru tetaplah menjadi seorang guru, seorang musisi tetaplah menjadi seorang musisi, namun semangat nilai antikorupsi selalu menjadi agenda kampanye yang mereka lakukan secara sadar dan sukarela dalam aktivitas kesehariannya.***

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan