Rekomendasi Pansus, Apakah Masih Perlu?

Foto: Tribunnews.com
Foto: Tribunnews.com

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah melantik Bambang Soesatyo sebagai Ketua DPR pada Senin (15/01) lalu, menggantikan Setya Novanto yang menjadi tersangka kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk-Elektronik (KTP-el) dan saat ini tengah menghadapi persidangan. Sebelum dilantik Bambang Soesatyo menyampaikan akan ada 2 tugas utama dirinya saat menjabat sebagai ketua DPR. Pertama adalah menyelesaikan kesimpulan dan rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK dan kedua adalah mengenai Revisi UU MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3).

Seperti diketahui Pansus Hak Angket KPK dibentuk oleh DPR melalui mekanisme yang dianggap menabrak aturan. Asosiasi Pengajar Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTHAN-HAN) menilai pembentukan pansus Hak Angket KPK cacat hukum karena menyalahi ketentuan dalam UU MD3.

Pansus Hak Angket KPK juga dinilai sebagai respon dari kasus KTP-el yang menjerat beberapa nama anggota DPR yang juga menjadi anggota Pansus. Upaya yang dilakukan panitia hak angket dianggap sebagai upaya untuk mengganggu penanganan kasus KTP-el yang dilakukan oleh KPK.

Dalam keterangannya mengenai akhir kerja dari Pansus Hak Angket, Bambang Soesatyo menegaskan bahwa kesimpulan dan rekomendasi Pansus yang nanti disampaikan dalam rapat paripurna DPR adalah tidak akan melakukan revisi UU KPK. Bambang Soesatyo juga akan melibatkan KPK untuk memberikan masukan dalam menyusun rekomendasi Pansus hak Angket KPK.

Dalam konteks ini, KPK sebagai pihak yang sejak awal menolak eksistensi Pansus Hak Angket harus menegaskan posisinya untuk tidak terlibat dalam perumusan rekomendasi. Karena sampai hari ini, upaya KPK untuk memastikan bahwa Pansus Angket legal atau tidak belum mendapatkan jawaban pastinya dari Mahkamah Konstitusi. Beberapa point rekomendasi yang telah muncul ke publik memang lebih lunak. Namun ada satu hal yang sepertinya tetap akan menjadi alat kontrol bagi parlemen atas KPK, yakni perlunya Badan Pengawas Independen KPK. Pertanyaan seputar, siapa yang memilih, ada dimana posisi lembaga ini, dan bagaimana wewenang pengawasan yang diberikan masih tidak jelas.

Lebih lanjut, kesimpulan dan rekomendasi yang akan disampaikan Pansus sebenarnya tak perlu dilakukan melalui proses pembentukan Pansus hak Angket KPK, karena hal itu cukup dengan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) seperti yang dilakukan oleh anggota komisi III DPR terhadap KPK pada bulan September 2017 lalu. Memanfaatkan RDP sebagai mekanisme kontrol parlemen atas KPK sudah sangat representatif untuk membahas berbagai permasalahan dan perhatian Komisi III DPR atas kerja KPK. Tapi apa lacur, nasi telah jadi bubur. Pansus Angket KPK yang telah menelan anggaran negara yang tak sedikit akan berhenti bekerja sebagai pepesan kosong belaka. (Jaya/Adnan)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan