Caleg Bebas Dari Korupsi

Foto: RMOL
Foto: RMOL

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan mantan narapidana perkara korupsi dilarang mencalonkan diri pada Pemilihan Umum Legislatif 2019. Pihak KPU beralasan bahwa aturan ini bertujuan agar masyarakat dapat memilih calon anggota parlemen yang berintegritas. 

Larangan mengenai mantan narapidana korupsi menjadi calon legislatif (caleg) dapat dikatakan sebagai langkah progresif KPU karena ketentuan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Dalam Pasal 240 huruf g UU Pemilu hanya mensyaratkan calon anggota legislatif tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Usulan ini tentunya berbeda dengan periode sebelumnya dimana KPU pada tahun 2013 lalu membolehkan mantan narapidana perkara korupsi ikut dalam Pemilu 2014. Akibatnya sejumlah mantan koruptor kemudian mendaftarkan diri menjadi caleg. Misal saja Muhammad Taufik yang pernah divonis 18 bulan penjara karena terbukti melakukan korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004 ketika dirinya menjabat sebagai Ketua KPU Jakarta. Taufik yang diusung oleh Partai Gerindra kemudian ikut dalam Pemilu 2014 dan terpilih menjadi anggota legislatif bahkan sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.   

Keberadaan caleg tanpa berintegritas tentu saja akan menambah masalah bagi parlemen – baik di pusat maupun di daerah – di kemudian hari. Muncul kekhawatiran keberadaan mantan koruptor dalam parlemen hanya akan menularkan bibit korupsi kepada anggota legislatif lainnya atau bahkan mengulang praktik korupsi yang pernah dilakukan sebelumnya.

Apalagi citra parlemen saat ini sedang tercoreng akibat sejumlah perkara korupsi yang melibatkan anggotanya. Pada tahun 2014,  ICW menemukan sedikitnya 59 orang anggota dewan terpilih (DPR, DPRD, DPD) periode 2014-2019 yang tersangkut dalam perkara korupsi. KPK sejak tahun 2004-2017 bahkan telah memproses perkara korupsi terhadap 144 anggota legislatif pada tingkat pusat hingga daerah. Jumlah tersebut pastinya meningkat karena pada tahun 2018 Komisi Anti Rasuah baru saja menetapkan tersangka korupsi secara masal terhadap 38 anggota DPRD Sumatera Utara dan 19 anggota DPRD Kota Malang. Masuknya mantan koruptor sebagai anggota legislatif tentu saja akan semakin menguatkan ketidakpercayaan rakyat terhadap parlemen.

Keberadaan caleg yang bebas dari korupsi pastinya dapat mendorong Pemilu 2019 yang lebih demokratis dan berintegritas. Oleh karenanya KPU tidak perlu ragu mengesahkan aturan tersebut meski muncul resistensi dari sejumlah partai politik (parpol). Untuk ini merealisasikan aturan ini maka pihak KPU dapat saja melibatkan dan sekaligus mencari dukungan dari KPK, perguruan tinggi, dan masyarakat sipil. (Eson)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan

 

Tags