Korupsi Pembangunan Gedung IPDN

Foto: youtube.com
Foto: youtube.com

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil saksi dalam korupsi pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat,  pada 12 Mei 2018. Empat saksi yang diperiksa adalah Raden Pedi Lestario selaku kepala proyek PT Hutama Karya, Jusuf Sitorus dan Kurniati Evilia selaku staf PT Hutama Karya, serta Zaim Susilo selaku pensiunan PT Hutama Karya.

Keempat saksi tersebut diperiksa untuk tersangka Dudy Jocom yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri tahun 2011. Dudy sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2 Maret 2016 dan ditahan pada 22 Februari 2018. Selain Dudy, KPK juga menetapkan mantan Kepala Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan sebagai tersangka. Dudy diduga menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain, sehingga negara mengalami kerugian Rp 34 miliar dari total nilai proyek Rp 125 miliar.

Pembangunan gedung kampus IPDN, menggunakan anggaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun 2011. Selain di Kab. Agam, pada tahun itu Kemendagri juga membangun gedung kampus IPDN di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Rokan Hilir, Riau, Kota Makassar, Sulawesi Selatan; Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, dan beberapa tempat lain.

Selain di Kab Agam, korupsi pembangunan gedung IPDN juga terjadi di Rokan Hilir, Provinsi Riau. KPK pun kembali menetapkan Dudy Jocom dan Budi Rachmat Kurniawan sebagai tersangka ditambah Bambang Mustaqim selaku Senior Manager PT Hutama Karya. Ketiga tersangka diduga menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi yang merugikan negara hingga Rp 34 miliar dari total proyek Rp 91,62 miliar.

IPDN merupakan Lembaga Pendidikan Tinggi Kedinasan dalam lingkungan Kemendagri yang bertujuan mempersiapkan kader pemerintah, baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Bagaimana IPDN mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas jika salah satu penunjang dalam kegiatan belajarnya malah dikorupsi. Selain itu, korupsi Gedung IPDN juga dapat melahirkan rasa tidak aman karena ketakutan akan gedung yang runtuh. Di beberapa kasus yang telah terjadi, korupsi gedung kampus maupun sekolah pada akhirnya melahirkan korban jiwa ketika gedungnya runtuh.

Korupsi di sektor pendidikan, seperti korupsi gedung IPDN, merupakan sebuah ironi. Di satu sisi lembaga pendidikan diharapkan mampu untuk mengajarkan nilai-nilai antikorupsi, namun di sisi lain, sering ditemukan, lembaga pendidikan malah menjadi tempat terjadinya korupsi.

Merujuk Tren Penindakan Korupsi 2017 yang dikeluarkan Indonesia Corruption Watch, sektor pendidikan menjadi sektor ketiga terbanyak terjadinya korupsi sepanjang 2017. Setidaknya ada 53 kasus korupsi pendidikan dengan kerugian negara mencapai Rp 81,8 miliar. Jumlah tersebut merupakan korupsi yang terungkap dan ditangani penegak hukum. Jika melihat masih banyaknya korupsi di sektor pendidikan, meskipun pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen, sepertinya peningkatan kualitas pendidikan belum tentu akan tercapai jika anggarannya masih banyak dikorupsi. (Tari/Ade)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan

 

Tags